Pembukaan
Dalam perjalanan perkembangan masyarakat, peran hukum menjadi sangat sentral dalam membentuk dan memelihara tatanan yang adil dan berkeadilan. Makalah ini akan mengulas konsep hukum sebagai pembaharuan masyarakat, menggali bagaimana sistem hukum yang kokoh dan berkeadilan dapat menjadi katalisator perubahan positif. Hukum tidak hanya sebagai alat pengatur, tetapi juga sebagai instrumen pembentuk dan pemelihara nilai-nilai moral yang mendasari kehidupan bersama.
CONTOH MAKALAH HUKUM SEBAGAI PEMBAHARUAN MASYARAKAT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kita hidup, sejak lahir hingga mati selalu berurusan
dengan hukum atau tepatnya sistem hukum. Tidak ada waktu dan tempat yang
terlewatkan oleh sentuhan hukum. Ada
begitu banyak aturan (rules) dan peraturan (regulations) yang membelakukan
syarat dan prosedur hukum.
Sementara itu kondisi hukum kita saat ini mengalami
keterpurukan yang sangat luar biasa. Kepercayaan masyarakat terhadap hukum
sangat rendah. Masyarakat Indonesia
saat ini sedang berada dalam kondisi transplacement antara mereka yang reformis
dengan mereka yang statusquo, antara mereka yang kotor (dirty broom) dengan
mereka yang bersih (clean broom). Kedua kelompok tersebut sama kuatnya sehingga
hukum sama sekali tidak dapat berfungsi.[1]
Tidak dapat dibantah bahwa masyarakat Indonesia
tengah mengalami proses perubahan social yang mendasar dan mencakup berbagai
bidang kehidupan dengan pergeseran nilainya beserta dengan berbagai
manifestasinya dalam sikap dan perilaku kemasyarakatannya.
Dalam menjalani dan mengarahkan proses perubahan
social untuk memunculkan tatanan kemasyarakatan yang ideal, maka Pemerintah
mengemban peranan dan tanggungjawab yang besar dan penting. Untuk Indonesia,
hal tersebut sudah dengan jelas dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945. mewujudkan
tujuan Negara tersebut, dalam situasi konkret di Indonesia
berarti melaksanakan pembangunan bangsa yang pada dasarnya berarti juga
mengarahkan perubahan social yang berintikan usaha untuk memodernkan kehidupan
bangsa Indonesia.
Agar semua usaha tersebut dapat berlangsung secara bertanggungjawab maka asfek
hukum tidak dapat diabaikan.[2]
Menelaah pengaruh hukum pada perubahan social berarti
mempertanyakan apakah hukum dapat menggerakkan dan mengarahkan perubahan
social? Artinya dapatkah asfek hukum befungsi sebagai alat atau sarana dalam
melakukan pembaharuan terhadap masyarakat.
B. Perumusan Masalah.
Adapun yang menjadi permasalahan yang nantinya akan
menjadi dasar dari penulisan ini dilakukan adalah:
1.
Seperti apa pergulatan manusia dan hukumnya?
2.
Seperti apa hukum dan masyarakat modern
yang kompleks?
3.
Bagaimana hubungan antara
perubahan-perubahan sosial dengan hukum?
4.
Bagaimana penjelasan mengenai fungsi
hukum sebagai sarana pembaharuan terhadap masyarakat?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pergulatan Manusia dan Hukumnya
Sejak dicitrakan sebagai makhluk sosial, manusia tidak
bisa hidup berada diluar jejaring tatanan, bagaimana dan apapun bentuknya.
Sosialitas menegaskan, bahwa manusia itu adalah makhluk berkelompok, seperti
semut, lebah dan lainnya. Tetapi apabila komunitas semut tersebut bersifat
alami, maka boleh dikatakan, bahwa jejaring tatanan manusia adalah buatan.
Persoalan segera muncul dari tatanan buatan itu. Hukum adalah tatanan yang
sengaja dibuat oleh manusia dan sengaja pula untuk dibebankan kepadanya.
Hukum adalah sesuatu yang tidak dapat untuk dipisahkan
dari kehidupan manusia. Hukumlah yang mengatur segala sesuatu yang ada dalam
masyarakat. Hukum dikatakan sebagai suatu proses dari masyarakat dengan manusia
sebagai subjeknya. Bekerjanya hukum didukung dengan pembuatan hukum itu
sendiri. Jika pembuatan hukum itu dilakukan dengan baik maka hukum akan
berjalan dengan baik, demikian sebaliknya.[3]
Manusia ingin diikat dan ikatan itu dibuatnya sendiri,
namun pada waktu yang sama ia berusaha untuk melepaskan ikatan diri dari ikatan
yang dibuatnya sendiri itu. Ternyata tidak mudah untuk hidup dengan hukum
tersebut. Sejak hukum itu selesai dibuat, kehidupan tidak serta merta berjalan
dengan mulus, tetapi tetap penuh dengan gejolak dan patahan.
Kehidupan membutuhkan kaidah social dan dizaman
sekarang, hukum menjadi primadona. Melalui lembaga-lembaga yang diciptakannya,
manusia memproduksi hukum, tetapi uniknya, hukum itu disana-sini dirasakan
membelenggu dan manusia ingin lolos dari belenggu tersebut. Bahkan, orang sempat
mengatakan bahwa tanpa hukumpun hidup bisa berjalan.[4]
Sudah terlalu sering kita mendengar ujaran “ubi
societas ibi ius” (dimana ada masyarakat disitupun ada hukum), hal tersebut
baru merupakan pernyataan sederhana, yaitu bahwa manusia adalah makhluk yang
tidak bisa hidup diluar tatanan. Tetapi tidak membicarakan kerumitan yang ada
antara societas dan ius tersebut. Tidak sederhana untuk mengatakan bahwa hukum
bertujuan untuk menciptakan keamanan dan ketertiban. Alih-alih berbuat
demikian, hukum juga bisa menimbulkan persoalan. Kekurang hati-hatian dalam
membuat hukum memiliki resiko, bahwa hukum malah menyusahkan atau menimbulkan
kerusakan dalam masyarakat. Hukum juga memiliki potensi untuk menjadi
kriminogen, sungguh inilah tragedi manusia dan hukumnya.[5]
Hukum modern sarat dengan bentuk-bentuk yang formal,
dengan prosedur-prosedur dan birokrasi penyelenggaraan hukum materi hukum
dirumuskan secara terukur dan formal dan diciptakan pula konsep-konsep baru
serta konstruksi khusus, juga tidak setiap orang bisa menjadi operator hukum,
melainkan mereka yang memiliki kualifikasi khusus dan menjalani inisiasi formal
tertentu, hakim harus berijazah sarjana hukum, advokat harus mempunyai lisensi
kerja, dan seterusnya.
Akibatnya hukum berubah menjadi institusi artificial
dan makin menjauh dari masyarakat. Bagi masyarakat umum, hukum lalu menjadi
dunia yang esetorik, yaitu hanya bisa dimasuki oleh orang-orang yang telah
menjalani inisiasi atau pendidikan khusus. Sejak ketertiban diwakili oleh hukum
yang terstruktur dan diadministrasi secara rasional itu, maka orang tidak bisa
lagi bergerak secara aman dan selamat dimasyarakat, kecuali memperoleh panduan
dari pawing-paang hukum seperti advokat. Orang tidak lagi bisa memperjuangkan
kebenaran, hak-hak dan sebagainya, kecuali disalurkan kedalam jalur hukum
modern itu.[6]
Apa yang sesungguhnya terjadi sejak dunia dan manusia
memasuki era hukum modern dengan sekalian karakteristiknya itu? Kita melihat
betapa proses hukum itu makin menjadi proses peraturan. Hukum semakin menampilkan
dimensi peraturan daripada manusia. Berdasarkan hal tersebut bahwa sesungguhnya
hukum itu tidak bisa dipahami sebagai urusan atau masalah peraturan semata.
Hukum lebih merupakan masalah manusia daripada peraturan. Peraturan itu tidak
akan menimbulkan berbagai pergolakan dalam hukum apabila tidak digerakkan oleh
manusia.
B. Hukum dan Masyarakat Modern Yang Kompleks
Indeks yang dibuat oleh Unesco untuk mengukur tingkat
modernisasi suatu desa mencakup antara lain faktor-faktor:
1.
Jumlah tingkatan yang ada pada
sekolah-sekolah (semakin banyak tingkat semakin modern).
2.
Pengangkutan sesuai dengan keadaan jalan.
3.
Pengangkutan sesuai dengan jumlah
pelayanan yang dilalui oleh bis (semakin sering semakin modern).
4.
Penggunaan radio.
5.
Jumlah keragaman pekerjaan / profesi.[7]
Dari faktor-faktor yang dipakai untuk mengukur tingkat
kemodernan suatu masyarakat itu dapat diketahui kira-kira bagaimana wajah atau
struktur masyarakat yang demikian itu. Dengan demikian kiranya dapat
ditunjukkan bahwa masyarakat modern itu memperlihatkan ciri keterbukaan dan
pemekaran yang semakin jauh dalam bidang-bidang kehidupan sosialnya.
Kalau hukum boleh dilihat sebagai pembadanan
nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat, maka semakin padu susunan
nilai-nilai itu semakin mudah pula hukum mengaturnya. Kepaduan dalam
nilai-nilai yang terdapat didalam masyarakat itu akan memudahkan terjadinya
kesepakatan mengenai norma-norma yang berlaku didalam masyarakat.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka pengaturan oleh
hukum dalam masyarakat akan memperlihatkan karakteristiknya sebagai
berikut :
1.
Kemudahan untuk menentukan
pilihan-pilihan.
2.
Kesederhanaan dalam organisasi dan
prosedur penetapan norma-norma.
3.
Kurangnya beban permintaan / tuntutan
yang terorganisasi maupun tidak dari anggota masyarakat-masyarakat terhadap
pembuat hukum.
4.
Kemudahan untuk menyusun norma-norma yang
berlaku umum dan yang diikuti dengan efektivitas yang tinggi pula.[8]
Satu hal yang perlu untuk diketahui adalah bahwa
semakin modern suatu masyarakat itu maka semakin terbuka pula keadaannya dan
semakin luas pemekaran bidang-bidang kehidupan sosial yang ada disitu. Suatu
faktor yang sering dikutip sebagai pendorong utama atau pendobrak kearah
pemekaran itu adalah teknologi yang dipergunakan. Semakin maju teknologi yang
digunakan, maka semakin dibutuhkan dukungan organisasi-organisasi yang
kompleks.
Salah satu pengaruh dari penggunaan teknologi
sedemikian itu dibidang sosial adalah terhadap bidang ekonomi. Oleh berbagai
macam sebab, maka masyarakat dengan teknologi sedemikian itu akan mengalami
perbedaan-perbedaan dalam tingkat kehidupan ekonomi yang menonjol diantara para
anggotanya. Keadaan yang demikian ini pada gilirannya akan memberikan
pengaruhnya terhadap bidang hukum pula.
Dari apa yang diuraikan diatas, bahwa pembuatan hukum
di dalam masyarakat modern atau yang sedang dalam proses modernisasi adalah
tidak sederhana. Kata-kata Von Savigny, bahwa hukum itu merupakan pencerminan “volkgeist”,
jiwa rakyat, tidak begitu mudah untuk diterjemahkan mlalui pembuatan hukum
dewasa ini. Ungkapan itu akan lebih sesuai dengan masyarakat pedesaan, yang
belum mengalami penguraian yang tajam dalam bidang-bidang kehidupan sosialnya.
Badan-badan pembuat hukum dalam masyarakat modern lebih banyak berfungsi
sebagai tempat untuk mengendapkan konflik nilai-nilai atau memecahkan
konflik-konflik itu.
C. Hubungan Antara Perubahan-Perubahan Sosial Dengan Hukum
Kehidupan sosial suatu masyarakat sangatlah dinamis
dalam arti selalu mengalami perubahan dan pergeseran sejalan dengan terjadinya
perubahan dan kemajuan kebudayaan (IPTEK). Perubahan tersebut ada yang berjalan
denganlambat dan ada pula yang berjalan dengan cepat serta ada yang pengaruhnya
kecil terhadap kehidupan manusia dan ada pula yang pengaruhnya besar.
Perubahan sosial atau dalam bahasa Inggris disebut social
change adalah segala perubahan yang menyangkut dalam unsure-unsur atau isi dari
masyarakat. Untuk dapat lebih memahami pengertian perubahan sosial kita dapat
melihat pendapat Selo Soemardjan yang mengatakan:
Perubahan sosial adalah perubahan-perubahan yang
terjadi pada lembaga-lembaga kemasyarakatan didalam suatu masyarakat, yang
mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola
perilaku diantara kelompok masyarakat. Yang ditekankan adalah adanya pengaruh
besar dari unsure-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur kebudayaan
immaterial.[9]
Perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam
masyarakat dapat terjadi oleh karena bermacam-macam sebab. Sebab-sebab tersebut
sumbernya ada yang terletak didalam masyarakat itu sendiri dan ada yang
letaknya diluar masyarakat itu. Sebab-sebab yang bersumber dalam masyarakat itu
sendiri antara lain adalah :
1)
Bertambah atau berkurangnya penduduk.
2)
Penemuan-penemuan baru.
3)
Pertentangan (conflict) dalam masyarakat.
4)
Terjadinya pemberontakan atau revolusi
didalam tubuh masyarakat itu sendiri
Sedangkan yang bersumber dari luar masyarakat adalah:
a)
Sebab-sebab yang berasal dari lingkungan
alam fisik yang ada disekitar manusia.
b)
Pepeangan.
c)
Pengaruh kebudayaan masyarakat lain.[10]
Saluran-saluran yang dilalui oleh suatu proses
perubahan sosial pada umumnya adalah lembaga-lembaga kemasyarakatan dibidang
pemerintahan, ekonomi, pendidikan, agama, dan lain-lain. Lembaga kemasyarakatan
mana yang merupakan titik tolak, tergantung pada penilaian tertinggi yang diberikan
oleh masyarakat terhadap masing-masing lembaga kemasyarakatan tersebut.
Didalam proses perubahan hukum (terutama yang
tertulis) pada umunya dikenal ada 3 (tiga) badan yang dapat mengubah hukum,
yaitu badan-badan pembentuk hukum, badan-badan penegak hukum, dan badan-badan
pelaksana hukum. Adanya badan-badan pembentuk hukum yang khusus, adanya
badan-badan peradilan yang menegakkan hukum merupakan cirri-ciri yang terdapat
pada suatu Negara modern.
Keadaan semacam itu di Indonesia dapat membawa akibat bahwa
saluran-saluran untuk mengubah hukum dapat dilakukan melalui beberapa badan.
Artinya, apabila hukum harus berubah agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat,
maka perubahan-perubahan tersebut tidak hanya tergantung pada suatu badan
semata-mata. Apabila karena faktor-faktor prosedural suatu badan mengalami
kemacetan, maka badan-badan lainnya dapat melaksanakan perubahan-perubahan
tersebut. Hal ini sedikit banyaknya juga tergantung pada pejabat-pejabat hukum
dari badan-badan tersebut.[11]
Perubahan-perubahan sosial dan perubahan-perubahan
hukum (atau sebaliknya, perubahan-perubahan hukum dan perubahan-perubahan
sosial) tidak selalu berlangsung bersama-sama. Artinya, pada keadaan-keadaan
tertentu perkembangan hukum mungkin tertinggal oleh perkembangan unsur-unsur
lainnya dari masyarakat serta kebudayaannya, atau mungkin hal yang sebaliknya
yang terjadi,. Apabila terjadi hal yang demkian maka terjadilah social lag,
yaitu suatu keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan dalam perkembangan
lembaga-lembaga kemasyarakatan yang mengakibatkan terjadinya
kepincangan-kepincangan.
Tertinggalnya perkembangan hukum oleh unsur-unsur
sosial lainnya, atau sebaliknya, terjadi oleh karena pada hakikatnya merupakan
suatu gejala wajar didalam suatu masyarakat bahwa terdapat perbedaan antara
pola-pola perikelakuan yang diharapkan oleh kaidah-kaidah hukum dengan
pola-pola perikelakuan yang diharapkan oleh kaidah-kaidah sosial lainnya. Hal
ini terjadi oleh karena hukum pada hakikatnya disusun atau disahkan oleh
bahagian kecil dari masyarakat yang pada suatu ketika mempunyai kekuasaan dan
wewenang.
Faktor tertinggalnya kaidah-kaidah hukum sudah
menimbulkan pelbagai persoalan, persoalan tersebut akan bertambah banyak
apabila diusahakan untuk menyoroti kemungkinan-kemungkinan bahwa unsur-unsur
lain dalam masyarakat tertinggal oleh hukum. Selanjutnya pengaruh hukum pada
lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya adalah sangat luas. Bahkan dapat
dikatakan bahwa hukum mempengaruhi hampir semua lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Kemungkinan, kesulitan-kesulitan diatas dapat diatasi
dengan terlebih dahulu menganalisa peranan hukum dalam mendorong terjadinya
perubahan-perubahan sosial dengan membedakan antara aspek-aspek hukum yang
secara tidak langsung. Hukum mempunyai pengaruh yang tidak langsung dalam
mendorong terjadinya perubahan-perubahan sosial dengan membentuk
lembaga-lembaga kemasyarakatan tertentu yang berpengaruh langsung terhadap
masyarakat, sebaliknya apabila hukum membentuk atau mengubah basic institutions
dalam masyarakat, maka terjadi pengaruh yang langsung. Hal ini akan membawa
pembicaraan pada penggunaan hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat.[12]
D. Hukum Sebagai Sarana Pembaharuan Masyarakat
Untuk dapat memastikan mengenai adanya hubungan antara
hukum dan perubahan masyarakat kiranya perlu diperhatikan tentang bagaimana
hukum itu berkait dengan masyarakatnya. Berikut ini kita akan melihat fungsi
yang dijalankan oleh hukum didalam masyarakat.
Dua macam fungsi yang berdampingan satu sama lain
adalah :
1.
Fungsi hukum sebagai sarana pengendalian
sosial.
2.
Sebagai sarana untuk melakukan social
engineering.[13]
Kalau fungsi hukum dilihat sebagai sarana pengendalian
sosial, maka kita akan melihat hukum sebagai menjalankan tugas untuk
mempertahankan suatu tertib atau pola kehidupan yang telah ada. Hukum disini
sekedar menjaga agar setiap orang menjalankan peranannya sebagaimana telah
ditentukan atau sebagaimana diharapkan daripadanya.
Sedangkan fungsi hukum sebagai social engineering
lebih bersifat dinamis, yaitu hukum digunakan sebagai sarana untuk melakukan
perubahan-perubahan didalam masyarakat. Jadi dalam hal ini maka hukum tidak
sekedar meneguhkan pola-pola yang memang telah ada didalam masyarakat,
melainkan ia berusaha untuk menciptakan hal-hal atau hubungan-hubungan yang
baru. Perubahan ini hendak dicapai dengan cara memanipulasi keputusan-keputusan
yang akan diambil oleh individu-individu dan mengarahkannya kepada
tujuan-tujuan yang dikehendaki. Manipulasi ini dapat digunakan dengan berbagai
macam cara, misalnya dengan memberikan ancaman pidana, insentip, dan
sebagainya. Hubungan antara hukum dengan perubahan masyarakat disini sangat
jelas sekali, oleh karena hukum disini justeru dipanggil untuk mendatangkan
perubahan-perubahan didalam masyarakat.[14]
Kiranya dapat dikatakan bahwa kaidah-kaidah hukum
sebagai alat untuk mengubah masyarakat mempunyai peranan penting terutama dalam
perubahan-perubahan yang dikehendaki atau perubahan-perubahan yang direncanakan
(intended change atau planed change). Dengan perubahan-perubahan yang
dikehendaki dan yang direncanakan oleh warga-warga masyarakat yang berperan
sebagai pelopor masyarakat dan dalam masyarakat yang sudah kompleks dimana
birokrasi memegang peranan penting dalam tindakan-tindakan sosial, mau tak mau
harus mempunyai dasar hukum untuk sahnya. Dalam hal ini maka hukum dapat
merupakan alat yang ampuh untuk mengadakan perubahan-perubahan sosial.[15]
Sehubungan dengan hal tersebut Roscoe Pound mengatakan:
“Hukum itu pada dasarnya merupakan suatu bentuk dari teknik sosial atau
rekayasa sosial (social engineering) yang bertujuan untuk mengatur secara
harmonis kepentingan dan kebutuhan individu secara optimal, dalam keseimbangan
dengan kepentingan masyarakat. Keseimbangan yang harmonis inilah yang dapat
dikatakan merupakan hakikat dari keadilan yang harus terdapat dalam hukum.
Disamping itu hukum dapat berfungsi sebagai kekuatan dari Negara atau
masyarakat yang harus disorganisasi secara politis, sehingga dapat dipergunakan
sebagai alat paksa untuk menjamin dan menjaga keselamatan atau keamana
masyarakat.”[16]
Dengan didasari pemikiran hukum Roscoe Pound serta
dengan memperhatikan asfek nilai yang terdapat dalam filsafat Pancasila,
Mochtar Kusumaatmadja telah mengintrodusir paradigma teori hukum pembangunan,
dengan menyebutkan : “Jika kita artikan dalam artian yang luas, maka hukum itu
tidak saja merupakan keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur
kehidupan manusia dalam masyarakat, melainkan meliputi pula lembaga (institutions)
dan proses-proses (processes) yang mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah itu dalam
kenyataan”.[17]
Lebih lanjut menurut Mochtar, pengembangan
konsepsional dari hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat di Indonesia
lebih luas jangkauan dan ruang lingkupnya daripada teori hukum Roscoe Pound,
yaitu :
a.
Lebih menonjolkan peundang-undangan dalam
proses pembaharuan hukum di Indonesia,
walaupun yurisprudensi memegang peranan.
b.
Sikap yang menunjukkan kepekaan terhadap
kenyataan masyarakat yang menolak aplikasi mekanistis dari konsepsi law as a
tool of social engineering.
c.
Apabila dalam pengertian hukum termasuk
hukum internasional, di Indonesia jauh sebelum konsepsi ini dirumuskan sudah
menjalankan asas hukum sebagai alat pembaharuan masyarakat.[18]
Di Indonesia, penggunaan hukum sebagai sarana
perubahan masyarakat berhubungan erat dengan konsep penyelenggaraan kehidupan
sosial ekonomi masyarakat. Apabila orang berpendapat bahwa proses sosial
ekonomi itu hanya hendak dibiarkan berjalan menurut hukum kemasyarakatan
sendiri, maka hukum tidak akan digunakan sebagai sarana perubahan, sebaliknya
apabila konsepnya justeru merupakan kebalikan dari yang tersebut diatas, maka
peranan hukum sangat penting untuk membangun masyarakat. Oleh karena itu,
peranan hukum yang demikian berkaitan erat dengan konsep perkembangan
masyarakat yang didasarkan pada perencanaan. Perencanaan membuat
pilihan-pilihan yang dilakukan secara sadar tentang jalan yang mana dan cara
yang bagaimana yang akan ditempuh oleh masyarakat untuk mencapai tujuannya.
Oleh karena itu, dalam konteks Indonesia, hukum sebagai sarana
perubahan masyarakat haruslah didasarkan pada nilai-nilai yang berkembang dalam
masyarakat untuk dituangkan dalam garis politik dengan memperhatikan berbagai
kondisi dan potensi nasional serta direalisasikan dalam proyek-proyek nasional.
Sebagai sarana social engineering, hukum juga
merupakan sebagai suatu sarana ynag ditujukan untuk mengubah perikelakuan warga
masyarakat sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Salah
satu masalah yang dihadapi dalam bisang ini adalah, apabila terjadi apa yang
dinamakan oleh Gunnar Myrdal sebagai softdevelopment, dimana hukum-hukum
tertentu dibentuk dan diterapkan ternyata tidak efektif. Gejala-gejala semacam
itu akan timbul apabila ada faktor-faktor tertentu yang menjadi halangan.
Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari pembentuk hukum, para pencari
keadilan (justitiabelen), maupun golongan-golongan lain dalam masyarakat.
Faktor-faktor itulah yang harus didefenisikan oleh karena merupakan suatu
kelemahan yang terjadi kalau hanya tujuan-tujuan yang dirumuskan tanpa mempertimbangkan
sarana-sarana untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, maka prosesnya tidak hanya
berhenti pada pemilihan hukum sebagai sarana saja. Kecuali pengetahuan yang
mantap tentang sifat hakikat hukum, juga perlu diketahui adalah
batas-batas didalam penggunaan hukum sebagai sarana (untuk mengubah ataupun
mengatur peri kelakuan warga masyarakat), sebab sarana yang ada membatasi
pencapaian tujuan, sedangkan tujuan menentukan sarana-sarana apakah yang tepat
untuk dipergunakan.[19]
Untuk lebih memahamkan terkaitnya peranan hukum
sebagai sarana dalam pembaharuan masyarakat, berikut ini akan diberikan
beberapa perincian mengenai apa yang secara teknis dilakukan oleh hukum:
1)
Hukum memberikan prediktabilitas dalam
hubungan-hubungan didalam masyarakat. Semakin tinggi prediktabilitas yang
diberikan oleh hukum, semakin tinggi pula nilai kepastian hukum itu
terselenggara didalam masyarakat.
2)
Hukum memberikan definisi sehingga
mengurangi kesimpang-siuran dan kesalah-pahaman yang mungkin terjadi disebabkan
tidak adanya pegangan yang dapat diketahui setiap orang. Termasuk kedalam
pemberian definisi ini pemberian kejelasan status seseorang.
3)
Hukum memberikan jaminan keteraturan
dalam cara-cara hubungan-hubungan dijalankan didalam masyarakat, yaitu dengan
menegaskan prosedur yang harus dilalui.
4)
Hukum mengkodifikasikan tujuan yang
ditentukan atau dipilih. Didalam masa pembangunan atau perubahan sosial ini
kemampuan teknis hukum untuk mengkodifikasikan tujuan ini menjadi semakin
penting, oleh karena pembangunan menghasilkan bermacam-macam tujuan yang
ingin dicapai dalam jangka waktu yang bersamaan atau hamper bersamaan. Dengan
melakukan kodifikasi tersebut maka tujuan yang ingin dicapai itu juga menjadi
jelas. Sebaliknya tujuan yang kabur atau samara-samar pastilah tidak akan membantu
kearah pencapaiannya dengan memuaskan.
5)
Hukum memberikan kemungkinan pada
orang-orang untuk menyesuaikan diri pada perubahan-perubahan. Tanpa fasilitas akomodasi
ini maka warga masyarakat dapat mengalami kerugian-kerugian yang sesungguhnya
dapat diatasi apabila hukum dibiarkan menjalankan akomodasi itu.[20]
Dengan mengemukakan perincian tersebut diatas, maka
dapat diketahui 2 (dua) hal, yaitu: pertama, bahwa hukum itu sesungguhnya
memang dipersiapkan sebagai suatu sarana untuk menangani proses-proses didalam
masyarakat, termasuk didalamnya proses perubahan. Hal tersebut adalah merupakan
bagian dari eksistensi hukum itu sendiri yang harus mampu untuk menyalurkan
proses-proses itu secara tertib dan teratur. Kedua, dengan demikian
sesungguhnya juga diketahui bahwa adanya potensi pada hukum untuk mampu
menangani proses-proses perubahan didalam masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perubahan kehidupan yang dilalui manusia pada dasarnya
disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Manusia sebagai homo
socius, dalam kehidupannya tidak terlepas dari interaksi dengan manusia lain.
Dalam proses interaksi tersebut, sering terjadi benturan kepentingan atau
kebutuhan. Kelompok masyarakat berkembang dari bentuk yang sederhana sampai
dengan yang kompleks. Bersamaan dengan itu, timbullah hukum dalam masyarakat,
mulai dari yang sederhana sampai pada saatnya menjadi semakin rumit. Corak
kehidupan masyarakat diikuti oleh corak hukum yang berlaku pada masyarakat
tersebut. Dalam perkembangannya saling mempengaruhi. Setiap kelompok masyarakat
selalu ada permasalahan sebagai akibat perbedaan antara yang ideal dan aktual,
antara yang standar dan yang praktis. Standar dan nilai-nilai kelompok dalam
masyarakat mempunyai variasi sebagai faktor yang menentukan tingkah laku
individu.
Penyimpangan nilai yang ideal dalam masyarakat seperti
pencurian, pembunuhan, pemerkosaan menimbulkan persoalan dalam masyarakat.
Dalam situasi demikian, kelompok berhadapan dengan problema untuk menjamin
ketertiban bila kelompok tersebut ingin mempertahankan eksistensinya. Sehingga dalam
bidang kehidupan yang lebih memerlukan ketentraman, hukum merupakan sarana
untuk mencapai atau mempertahankan stabilitas. Sebaliknya, hukum dapat
dipergunakan sebagai sarana untuk merubah masyarakat sepanjang hal tersebut
menyangkut bidang-bidang kehidupan yang lebih memerlukan ketertiban. Apabila
hukum hendak difungsikan sebagai sarana untuk merubah masyarakat, maka
hukum tidak hanya sekedar meneguhkan pola-pola yang memang telah ada
didalam masyarakat, melainkan ia berusaha untuk menciptakan hal-hal atau
hubungan-hubungan yang baru.
B. Saran
Hukum adalah suatu roman yang dapat menembus dari
kehidupan sosial yang teramat dalam mempengaruhi kita. Hukum membentuk
kehidupan kita mulai sejak lahir hingga kematian. Hukum seyogyanya dihadapi,
dipelajari, dikritik, dan diubah oleh mereka yang menganutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bernard Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum,
Mandar Maju, Bandung,
2000.
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1986.
Haji Ngamehi Sembiring dkk, Sosiologi, CV. Budi, Medan, 2000.
Mochtar Kusumaatmadja, Pembinaan Hukum Dalam Rangka Pembangunan
Nasional, Binacipta, Bandung,
1986.
-------, Fungsi dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan Nasional,
Binacipta, Bandung,
1970.
Muhammad Abduh, Zainul Pelly, dan Jusmadi Sikumbang, Pengantar
Sosiologi, Fakultas Hukum USU, Medan, 1984.
Muhammad Nuh Lubis dan Zaini Munawir, Diktat Sosiologi Hukum,
Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara, Medan, 2001.
Satjipto Rahardjo, Biarkan Hukum Mengalir, Kompas, Jakarta, 2007.
-------, Hukum, Masyarakat dan Pembangunan, Alumni, Bandung, 1980.
-------, Pemanfaatan Ilmu-Ilmu Sosial Bagi Pengembangan Ilmu Hukum,
Alumni, Bandung,
1977.
Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 1994.
Jurnal Hukum KAIDAH, Vol 1 No. 2, Fakultas Hukum Universitas
Islam Sumatera Utara, Medan,
Februari 2002.
Jurnal Hukum KAIDAH, Vol 1 No. 1, Fakultas Hukum Universitas
Islam Sumatera Utara, Medan,
Oktober 2001.
Jurnal Keadilan, Vol. 2 No. 1 Tahun 2002
[1] Jurnal Keadilan, Vol. 2 No. 1 Tahun 2002, Hal. 1
[2] Bernard Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2000, Hal. 25
[3] Muhammad Nuh Lubis dan Zaini Munawir, Diktat Sosiologi Hukum, Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara, Medan, 2001, Hal. 111
[4] Satjipto Rahardjo, Biarkan Hukum Mengalir, Kompas, Jakarta, 2007, Hal. 8
[5] Ibid, Hal 10
[6] Ibid, Hal 13
[7] Satjipto Raharjo, Hukum, Masyarakat dan Pembangunan, Alumni, Bandung, 1980, Hal. 19
[8] Ibid, Hal. 20
[9] Haji Ngamehi Sembiring dkk, Sosiologi, CV. Budi, Medan, 2000, Hal. 21
[10] Muhammad Abduh, Zainul Pelly, dan Jusmadi Sikumbang, Pengantar Sosiologi, Fakultas Hukum USU, Medan, 1984, Hal. 147-151
[11] Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 1994, Hal. 101
[12] Ibid, Hal. 106
[13] Satjipto Rahardjo, Pemanfaatan Ilmu-Ilmu Sosial Bagi Pengembangan Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1977, Hal. 143
[14] Ibid, Hal. 145
[15] Muhammad Nuh Lubis dan Zaini Munawir S, op cit, Hal. 30
[16] Jurnal Hukum KAIDAH, Vol 1 No. 2, Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara, Medan, Februari 2002, Hal. 87
[17] Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan Nasional, Binacipta, Bandung, 1970, Hal. 11
[18] Mochtar Kusumaatmadja, Pembinaan Hukum Dalam Rangka Pembangunan Nasional, Binacipta, Bandung, 1986, Hal. 9-11
[19] Muhammad Nuh Lubis dan Zaini Munawir S, op cit, Hal. 32
[20] Satjipto Rahardjo, op cit, Hal. 147
Penutup Artikel
Melalui paparan mengenai hukum sebagai pembaharuan masyarakat, kita mengenali kekuatan transformasional yang dimiliki oleh lembaga ini. Hukum bukanlah entitas terpisah, melainkan cermin dari aspirasi dan nilai-nilai masyarakat yang ingin menciptakan perubahan positif. Semoga makalah ini menjadi sumber inspirasi untuk lebih memahami dan menerapkan hukum sebagai alat pembaharuan yang mampu membentuk masyarakat yang adil, beradab, dan responsif terhadap dinamika perubahan zaman. Dengan demikian, hukum tidak hanya menjadi norma, tetapi juga menjadi sarana pembaruan yang memberikan kehidupan yang lebih baik bagi setiap individu dalam suatu masyarakat.