Pembukaan
Humanisme dan Renaissance merupakan dua gerakan besar dalam sejarah intelektual dan budaya Eropa yang membawa perubahan signifikan dalam cara pandang terhadap kehidupan dan pengetahuan. Dalam makalah ini, kita akan menggali lebih dalam tentang esensi dan dampak dari gerakan humanisme dan Renaissance. Melalui perjalanan waktu yang membawa pemikiran baru, kebebasan berpikir, serta perubahan seni dan ilmu pengetahuan, keduanya telah membentuk landasan bagi peradaban modern yang kita kenal saat ini.CONTOH MAKALAH TENTANG HUMANISME DAN RENAISSANCE
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Orang yang yang mula-mula sekali
menggunakan
akal secara serius adalah orang
Yunani
yang bernama Thales
(kira-kira taqhun 624-456 SM). Orang inilah yang digelari Bapak Filsafat.
Gelar itu diberikan kepadanya karena ia mengajukan pertanyaan yang aneh, yaitu “apakah
sebenarnya
bahan alam semesta ini?” ia sendiri menjawab:
“air.” Setelah itu silih bergantilah filosuf sezamannya dan sesudahnya mengajukan jawabannya.[1]
Hasil kerja akal
yang mulai mengagetkan manusia awam dilontarkan oleh Heraclitus yang hidup pada sekitar
tahun 500-an SM, yaitu
tatkala ia berkata
bahwa “
sesungguhnya yang sungguh-sungguh ada,
yang hakikat ialah gerak dan perubahan.”
Jadi bila orang
awam melihat
sebuah
patung dini hari yang diam,
sesungguhnya patung itu bergerak dan
berubah terus. Jadi indra kitalah yang
tertipu atau yang
menipu. Argumen
sebaliknya diberikan
oleh Parminides, bahwa yang
sungguh-sungguh ada adalah “diam, tetap, tidak berubah, tidak
bergerak”[2]
Keterangan tersebut di atas memperlihatkan bahwa karya akal memang cukup berat. Keadaan ini dibuat semakin ramai
oleh kemunculan Zeno juga orang
Yunani.
Kemunculannya dapat dianggap menandai
mulainya pemikiran “sofisme”
Ia berhasil
membuktikan
bahwa
ruang
kosong itu tidak ada, pluralisme (jamak) itu
juga
tidak ada, gerak tidak ada. Semua yang mapan dalam pandangan orang awam ketika itu menjadi goyah.
Puncak kebingungan itu terlihat pada tokoh sofisme terbesar yaitu
Protagoras ia
menyatakan bahwa manusia adalah ukuran segala-galanya.
Inilah rumus utama
“relativisme” kebenaran
telah direlatifkan. Yang benar ialah yang benar
menurutku, menurutmu; kebenaran obyektif
tidak ada. Jadi tidak
ada kebenaran
yang pasti tentang pengetahuan, etika,
metafisika, juga tentang agama. Pemikiran ini berpengaruh pada keyakinan agama orang Athena ketika itu. Akibatnya yang lebih jauh yaitu orang
Athena
terutama pemudanya, menjadi orang bingung tanpa pegangan, sendi-sendi agama telah digoyahkan, dasar-dasar pengetahuan telah diguncangkan.[3]
Menghadapi keadaan ini, muncul orang
Yunani
yaitu
Socrates
kira-kira tahun 470-399 SM, orang
yang taat beragama, ia
berpendapat
bahwa yang benar
secara obyektif
itu
ada, itu dapat dipegang.
Kebenaran relative memang ada
juga.
Ia
berusaha mengajak pemuda-pemuda Athena untuk mempercayai adanya kebenaran
obyektif, yang
dapat dipegang, kemudian mengajak
pemuda-pemuda itu untuk kembali meyakini agama mereka. Penemuan yang terpenting Socrates
adalah definisi atau pengertian umum.
Ia berhasil
menginsafkan pemuda athena ketika
itu
bahwa ada kebenaran yang umum dan dapat dipegang, dan
agamapun mesti
dianut kembali
. Akan tetapi hasil ini harus ditebusnya dengan hukuman mati untuk dirinya dengan minum racun, melaksanakan keputusan pen gadilan Athena.
Usahanya ini diteruskan oleh Plato.[4]
Seterlah peristiwa itu, pemikiran manusia memasuki suatu priode yang panjang sekali,
kira-kira 1500 tahun. Periode
inilah yang disebut abad
pertengahan. Pada dasarnya filsafat pada periode ini dipengaruhi oleh Kristen. Selama
periode yang panjang ini, filsafat boleh dikatakan tidak banyak menghasilkan
penemuan.
Pemikiran seperti
direm.
Yang mengeremnya adalah orang-orang Kristen
atas nama agama Kristen. Akal
dikekang dan dikungkung secara
keterlaluan oleh agama Kristen.
Periode ini sering disebut periode skolastik, filsafatnya disebit fiolsafat
skolastisisme.[5]
Periode ini
seolah-
olah merupakan periode “balas dendam” terhadap merajalelanya akal
pada periode sebelumnya. Periode ini juga disebut masa kegelapan bagi Eropa.
Pada abad pertengahan, manusia sepenuhnya berada dalam posisi pasif dan merasa tidak
memiliki daya
apapun tanpa ada kekuatan gaib.
Bahkan untuk menyelamatkan diri
dari kejahatan
pun tidak ada jalan lain untuk mereka kecuali
mengandalkan peninggalan-peninggalan suci. Hal
ini terlihat bahwa manusia pada abad pertengahan ini, meyakini dirinya
berada di tengah konflik yang terlihat dalam berbagai bentuk, antara lain
terjadi dalam bentuk pertikaian antara
dua ajaran moral,
satu berbasiskan alam natural dan yang lain berbasiskan ketuhanan. Kadang juga dalam bentuk antara filsafat
rasional dan filsafat samawi,
dan akhirnya
masyarakat abad pertengahan menyaksikan dirinya berada ditengah konflik
antara institusi dunia dan istitusi
gereja. Dua wilayah agama dan
dunia terpisah total satu dengan yang lain,
sehingga tidak ada
peluang
ekspansi satu terhadap yang
lain, atau pembauran antar keduanya.
Seorang manusia kalau tidak
“melangit”
haruslah
membumi, dengan kata
lain kalau tidak meyakini kekuasaan alam gaib terhadap segala
urusan hidupnya, maka
dia harus memutuskan hubungannya dengan Tuhan dan ruh-ruh kudus. Jika menghargai jasmani
dan urusan materinya, maka dia bukan lagi seorang rohaniawan, berarti telah memutuskan hubungan dengan Tuhan.[6]
Dengan demikian, kerangka berpikir yang dominan
pada abad pertengahan
dan tekanan kuat
para elit gereja yang
menganggap
dirinya pengawas tatanan yang
menguasai dunia dan telah mengintrogasi ideology para ilmuan dan menyeret mereka kepengadilan serta menganggap kegiatan ilmiah sebagai campur tangan setan,
faktor-faktor inilah antara lain yang menjadi latar belakang munculnya renaissance
yang telah melahirkan teriakan protes terhadap tradisi yang dominan pada abad pertengahan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
dari uraian tersebut di atas, makalah ini akan membahas tentang;
1.
Apa yang dimaksud dengan Humanisme dan bagaimana
latar belakang kemunculannya?
2.
Apa yang dimaksud dengan Renaissance dan bagaimana latar belakang
kemunculannya?
3. Seperti apa penjelasan dari Humanisme dan Renaissance sebagai awal kelahiran Filsafat
Modern?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kemunculan Humanisme dan Renaissance
a) Pengertian Humanisme
Pada dasarnya istilah humanisme mempunyai riwayat dan pemaknaan yang kompleks.
Humanisme sebagai sebuah istilah mulai dikenal dalam wacana filsafat sekitar abad
ke 19. Menurut K. Bertens, istilah humanisme pertama kali digunakan dalam
literature di Jerman, sekitar tahun 1806 dan di Inggeris sekitar tahun 1860.
Humanisme diawali dari term humanis atau humanum (yang manusiawi) yang lebih
jauh dikenal, yaitu mulai sekitar masa akhir zaman skolastik di Italia. Istilah
humanis (humanum) tersebut dimaksudkan untuk menggebrak kebekuan gereja yang memasung
kebebasan, kreatifitas, dan nalar manusia yang diinspirasi dari kejayaan
kebudayaan Rumawi dan Yunani. Gerakan humanis berkembang dan menjadi cikal
bakal lahirnya renaissance di Eropa.[7]
Berdasarkan catatan sejarah, humanisme memperoleh pengakuan pada abad ke-
14 di Italia melalui pemajangan berbagai literature dan ekspresi seni Yunani dan
Rumawi pra Kristen, yang ditemukan kembali oleh para pastur, di dinding-dinding
museum. Ciri khas humanisme adalah sikap keberagamaan yang inklusif. Hal ini
dapat dilihat dalam berbagai karya Plato dan Aristoteles yang mengusung
kandungan moral dari Injil. Puncak dari humanisme jenis ini dicapai oleh Erasmus,
seorang sarjana Belanda dari Rotterdam pada abad ke-16.[8]
Model humanisme yang kedua dinamakan Neo Humanisme. Neo- Humanisme
berkembang pada abad ke-18 ketika para seniman, filsuf dan kaum intelektual
melirik kembali masa Yunani dan Rumawi klasik. Konsep humanisme dipandang memiliki
kesamaan dengan konsep Yunani kuno tentang bentuk tubuh dan pikiran yang harmonis.
Dari permulaan abad ke-19 dan seterusnya, humanisme dipandang sebagai prilaku social
politik yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan lembaga-lembaga politik dan
hukum yang sesuai dengan ide tentang martabat kemanusiaan.[9]
Humanisme sebagai sebuah term menuai berbagai pemaknaan, tergantung dari berbagai
sudut pandang dan tinjauan yang digunakan. A. Lalande, menyebutkan beberapa
pengertian humanisme, diantaranya ada yang saling bertentangan. Salah satu pengertian humanisme adalah gerakan
humanis di Eropa yang memandang manusia dalam perspektif “manusiawi” belaka yang
bertentangan dengan perspektif religious (agama). Dia juga menyebutkan pengertian
humanisme sebagai pandangan yang menyoroti manusia menurut aspek-aspek yang lebih
tinggi (seni, ilmu pengetahuan, moral, dan agama) yang bertentangan dengan
aspek-aspek yang lebih rendah dari manusia. Ali Syariati menyebutkan pengertian
humanisme sebagai himpunan prinsip-prinsip dasar kemanusiaan yang berorientasi
pada keselamatan dan kesmpurnaan manusia.[10]
Secara umum, humanisme berarti martabat (dignity) dan nilai (value) dari setiap
manusia, dan semua upaya untuk meningkatkan kemampuan- kemampuan alamiahnya
secara penuh. Kemuliaan manusia sendiri terletak dalam kebebasannya untuk
menentukan pilihan sendiri dan dalam posisinya sebagai penguasa atas alam.
Gagasan ini mendorong munculnya sikap pemujaan tindakan terbatas pada
kecerdasan dan kemampuan individu dalam segala hal
Saat ini, konsep humanism tidak lagi dihubungkan dengan orang-orang Eropa,
yakni dengan kebudayaan Romawi dan Yunani Kuno. Humanisme berkembvang menjadi gerakan
lintas budaya dan universal, dalam arti berbagai sikap dan kualitas etis dari lembaga-lembaga
politik yang bertujuan membentengi martabat manusia.
b) Latar Belakang Lahirnya Humanisme
Di bawah komando keluarga Medici atau setidaknya pada zaman merekalah para
humanis mulai menarik perhatian dan mewarnai opini masyarakat Italia. Kaum
Humanis menggiring perhatian rakyat dari agama ke filsafat dan dari langit ke
bumi. Sejak zaman Ariosto Ludovico, orang-orang gila ilmu pengetahuan ini mulai
tenar dengan nama kaum humanis, sebab mereka membaca telaah kebudayaan klasik
tentang humanitas (berkaitan dengan dunia manusia) atau humanuras (
kesusastraan yang lebih manusiawi, dan bukan berarti kesusastraan yang lebih
berprikemanusiaan, melainkan kesusastraan yang lebih banyak berkaitan dengan
dunia manusia), artinya manusia itu sendiri dengan kemampuan yang terpendam
dalam dirinya, keindahan jasmani dengan segala kesenangan dan penderitaan panca
indera dan perasaannya dan segala kekuatan akalnya yang menakjubkan. Poin-poin
inilah yang mendapat perhatian penuh seperti yang pernah terjadi dalam
kesusastraan dan seni Yunani dan Rumawi kuno.[11]
Erasmus adalah salah seorang pelopor humanisme yang telah melakukan
reformasi keagamaan dalam menghadapi eksklusivitas dan monopoli para elit
gereja. Dia berjuang keras untuk menghapus peranan para penguasa gereja sebagai
perantara antara Tuhan dan manusia. Dia mengatakan “jalan itu mudah dan terbuka
untuk siapa saja. Bekal perjalanan kalian hanya jiwa yang bersih dan lapang
serta adanya keimanan yang cemerlang dan murni dalam hati kalian”.[12]
Erasmus berpendapat bahwa kitab suci harus disosialisasikan kepada
masyarakat dengan bahasa yang mudah. Dia mengecam keras penyimpangan-
penyimpangan teologis yang dilakukan oleh para elit gereja. Dari sisi lain
Erasmus juga berusaha menciptakan ikatan yang erat antara era klsik dan
ajaran-ajaran Kristen. Ia mengatakan bahwa “bukankah filsafat Al-Masih yang
disebutnya sendiri sebagai kelahiran kembali, tidak lain adalah pengembalian
fitrah manusia yang pada zaman azali sudah diciptakan dengan bentuk yang
sesuai. Beliau juga mengatakan bahwa ajaran-ajaran era klasik menunjukkan
kesucian fitrah manusia. Karena itu
tidak sepatutnya ajaran-ajaran itu dihindari dengan alas an mengandung
politheisme. Erasmus termasuk pencetus pandangan kompromisasi atau pandangan
tentang toleransi.[13]
Pada abad-abad pertengahan, manusia diposisikan sebagai makhluk yang pasif
dan tak punya ikhtiar apapun di depan para elit gereja. Akibatnya, pada era
renaissance lahirlah sebuah gerakan dengan misi mengembalikan kebebasan manusia
yang telah dinistakan. Mula-mula gerakan ini memperioritaskan reformasi
keagamaan, dan setelah beberapa lama secara ekstrim gerakan ini menentang
segala sesuatu yang dipaksakan dengan atas nama agama. Pencorengan citra agama
yang dilakukan para penguasa gereja abad pertengahan telah menimbulkan sebuah
gerakan yang bernama humanisme yang bermula pada era renaissance, sebuah
gerakan yang menganggap kebahagiaan manusia hanya bisa dicapai dengan kembali
kepada era klasik. Kaum humanis meyakini bahwa manusia pada era klasik telah
mengandalkan potensi-potensi wujudnya tanpa keterikatan kepada agama, gereja,
dan para penguasa gereja. Jalan kembali
kepada era klasik bisa ditempuh melalui perhatian kepada kebudayaan dan
kesusastraan klasik.[14]
Kaum Humanis memandang penekanan kepada ilmu logika dan ilmu- ilmu teoritas
seperti ilmu metafisik sebagai sikap yang kurang patut. Mereka hanya berminat
kepada bidang-bidang yang berfungsi langsung dengan kehidupan masyarakat,
seperti retorika dan cabang-cabangnya termasuk politik, sejarah dan syair. Selain itu, mereka juga tertarik kepada
bidang dialektika atau seni dialog. Secara umum, kaum humanis terikat kepada
pemikiran mengenai kedudukan dan potensi manusia di dunia tanpa
mempertimbangkan nasib manusia di alam azali.[15]
Pada masa kemunculan humanisme, dalam waktu singkat karya-karya sastra dan
filsafat Yunani klasik sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin.
Terjemahan-terjemahan ini memiliki kecermatan yang lebih tajam ketimbang
terjemahan yang dilakukan pada abad ke-12 dan 13. Guvarino menerjemahkan
karya Strabon dan Plotarckh ke dalam bahasa Latin. Travarsory
menerjemahkan karya-karya Divagnos Lairitos, Valla menerjemahkan karya- karya
Herodotus, Tosilid, dan Iliad Homer, Proti menerjemahkan karya-karya Polybius,
dan Vicino menerjemahkan karya-karya Plato dan Platinus.
Di antara sekian karya-karya klasik itu, karya-karya Plato yang paling
banyak memukau para humanis. Mereka mengapresiasi dan cemburu menyaksikan
kebebasan orang-orang Yunani zaman Socrates yang bisa dengan leluasa mengupas
berbagai persoalan agama dan politik yang paling sensitif. Carlo Masopini
sedemikian keras mengapresiasi kebudayaan klasik era politis sampai-sampai dia
berangan untuk berpaling dari kekeristenan. Tokoh humanis Italia yang paling
berkarya dan kontraversial ialah Pod Ju Bratcolini yang memnulis surat-surat
kepada Paus Martin V untuk melakukan pembelaan sengit terhadap dogma-dogma
gereja. Tetapi kemudian dalam sebuah pertemuan eksklusif dengan segenap
karyawan istana Paus, dia tak segan-segan menertawakan keyakinan-keyakinan
Kristen. Dia menulis surat-suratnya dengan bahasa Latin yang tidak fasih namun
memikat. Lewat surat- surat ini ia mencemooh ketidaksucian para ruhaniwan.[16]
Kekeristenan, baik dari aspek teologi maupun moral, sudah kehilangan
pengaruhnya terhadap sebagian besar kaum humanis Italia. Kebebasan berpikir dan
aktifitas masyarakat Yunani atau masyarakat Rumawi zaman Augustine semakin
bangkit kecemburuan mayoritas kaum humanis sehingga menggungcangkan
keyakinan-keyakinan mereka sebelumnya kepada prinsip- prinsip Kristen yang
menyangkut kerendahan diri, hasrat kepada dunia, dan ketakwaan. Mereka sendiri
keheranan mengapa jiwa, raga, dan akal mereka harus tunduk kepada komando
gereja, sementara orang-orang gereja sendiri bersenang-senang dan memuja dunia.
Bagi kaum humanis, selang waktu sepuluh abad antara Costantine dan Dante
merupakan masa yang tragis dan penyimpangan dari jalan yang benar. Legenda
mengenai Santa Maria dan orang-orang suci lainnya terhapus dari benak mereka
untuk kemudian digantikan dengan lagu-lagu dua jenis Horace, sedangkan
gereja-gereja dengan segala kemegahannya mereka anggap sebagai Barbarisme.
Inilah secara umum sikap kaum Humanis di mana kekeristenan seakan-akan
merupakan mitos.[17]
Hal ini dapat dilihat bahwa di mata sebagian kaum humanis, agama dan
pencerahan pemikiran merupakan dua kutub yang saling bertentangan. Agama adalah
milik masyarakat awam, sedangkan bagi para pemikir, kepatuhan kepada agama
merupakan prilaku yang menyalahi kebebasan berpikir. Mereka bukannya
melenyapkan bencana akibat penyalah gunaan agama yaitu kerakusan, despotism
(kezaliman) system gereja yang telah membendung nilai, ikhtiar, dan kebebasan
manusia abad pertengahan, tetapi malah sekaligus menyerang dan mencabut
akar-akar agama dan keberagamaan.
Sebagian besar kaum humanis sudah tidak lagi berpikir tentang alam
transcendental, karena mengira pahala hanya terbatas pada kehidupan dunia, kaum
humanis berusaha membuat patung-patung orang-orang yang sukses sebagai hadiah
untuk mereka. Oleh karena itu, seni humanistic banyak mengacu kepada apa yang
disaksikan dan jarang sekali memperlihatkan hasrat kepada ide-ide yang gaib dan
tidak tampak oleh mata. Dengan kata lain, seni humanistic lebih merupakan seni
realism yang tidak ada hubungannya dengan hakikat.[18] Dari
penjelasan tersebut tampak bahwa gerakan humanistic merupakan manifestasi dari
perlawanan dan protes para cendekiawan Italia terhdap pemerintahan dictatorial
para elit gereja dan kaum feodalis.
c) Pengertian Renaissance
Renaissance secara etimologi berasal dari bahasa Perancis yaitu renaissance
yang merupakan terjemahan dari kata Italia rinascimento, maksudnya kelahiran
kembali. Secara bebas kata Renaissance dapat diartikan sebagai masa peralihan antara
abad pertengahan ke abad modern yang
ditandai dengan lahirnya berbagai kreasi baru yang dilhami oleh kebudayaan
Eropa klasik (Yunani dan Rumawi) yang lebih bersifat dunia.[19] Periode
ini dipandang sebagai penemuan kembali cerahnya peradaban Yunani dan Rumawi yang
dianggap sebagai “klasik” ketika keduanya mengalami masa keemasan. Pengertian riilnya adalah manusia mulai memiliki
kesadaran-kesadaran baru yang mengedepankan nilai dan keluhuran manusia. Suasana
dan budaya berpikirnya memang melukiskan “kembali” kepada semangat awal, yaitu
semangat filsafat Yunani kuno yang mengedepankan penghargaan terhadap kodrat
manusia itu sendiri. Zaman ini lebih merupakan gerakan kebudayaan dari pada
aliran filsafat. Keluhuran dan kehebatan manusia tampak dalam ungkapan-ungkapan
seni hasil karya manusia.[20] Politik
tidak lagi dipikirkan dalam kaitannya dengan iman dan agama, tetapi dengan
politik itu sendiri, sebab politik mempunyai etika dan moralnya sendiri. Etika
politik adalah etika kekuasaan, artinya tunduk pada pertimbangan-pertimbangan
kestabilan dan keselamatan Negara, bangsa, pemerintahan dan kekuasaan.
Bila abad pertengahan memegang teguh konsep ilmu pengetahuan sebagai rangkaian
argumentasi, jaman renaissance merombaknya dengan paham baru, yaitu bahwa ilmu pengetahuan
itu adalah soal eksprimentasi. Pembuktian kebenaran bukan lagi pembuktian
argumentative-spekulatif, melainkan eksprimental-matematis-kalkulatif.. Di sini
filsafat memegang fungsinya yang baru yaitu meletakkan dasar-dasar bangunan
pengembangan aneka ilmu alam/pasti yang merintis hadirnya tehnologi-tehnologi
seperti yang kita nikmati sekarang ini.
d) Latar Belakang Lahirnya renaissance
Telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya tentang pengertian renaissance
yakni kelahiran kembali, yang menyiratkan sebuah pembangunan kembali atau kebangkitan.
Renaissance adalah sebuah gerakan kebudayaan antara abad ke-14-17, bermula di
Italia pada akhir abad pertengahan, kemudian menyebar ke Eropa. Gerakan ini
mencakup kebangkitan pengetahuan berdasarkan sumber-sumber klasik. Gerakan
pencerahan ini memberika efek yang luar biasa pada semua usaha untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan, tapi yang paling terkenal adalah kemajuan dari segi
kesenian dan kontribusi dari orang-orang yang memiliki ilmu yang tinggi dalam
berbagai macam hal, seperti Leonardo da Vinci, dan Michelangelo yang menyebabkan
munculnya sebutan “Renaissance Men”.[21]
Kemunculan Renaissance pertama kali diperkenalkan di Eropa Barat, di
kawasan Italia, hal ini dipicu oleh kekalahan tentara salib dalam perang suci.
Kekalahan tersebut membuat para pemikir dan seniman menyingkir dari Rumawi
Timur menuju Eropa Barat. Haln ini memberi peluang kepada para seniman, ilmuan
dan para kaum humanis untuk mendobrak tradisi lama dan mengembalikan kejayaan
Eropa seperti pada jaman Rumawi dan Yunani kuno. Juga mereka menyadari telah dimulainya
masa mesiu peledak, untuk menguasai teknologi tersebut mereka harus melepaskan
diri dari pengaruh mistisime abad pertengahan, dengan kembali kepada sains zaman
klasik yang sebelumnya dilarang karena dianggap pelanggaran terhadap misi
ketuhanan.[22] Dengan demikian kemunculan
zaman renaissance yang lekat disebut sebagai zaman humanisme antara lain dilatar
belakangi oleh penindasan gereja. Penyebab lain adalah adanya perang salib,
karena pada saat itu gereja dan kerajaan di Eropa berada dalam keadaan lemah, karena
sedang berperang. Hal ini memberikan peluang kepada para seniman , ilmuan, dan
para humanis untuk mendobrak tradisi lama dan mengembalikan kejayaan Eropa seperti
pada jaman Rumawi dan Yunani kuno.
Perkembangan pertama renaissance terjadi di kota Florence. Keluarga Medici
yang memiliki masalah dengan system pemerintahan kepausan menjadi penyokong
keuangan dengan usaha perdagangan di wilayah Miditeraniah. Hal ini membuat para
intelektual dan seniman memiliki kebebasan besar karena tidak lagi perlu memikirkan
masalah keuangan dan mendapatkan perlindungan dari kutukan pihak gereja. Keleluasaan
ini didukung oleh tidak adanya kekuasaan dominan di Florence. Kota ini
dipengaruhi secara bersama oleh bangsawan dan pedagang.[23] Dengan
kebebasan besar itu, seniman bisa berkumpul dan mendirikan gilda-gilda seni yang
mengangkat nama banyak seniman terkenal. Melalui gilda ini, seniman
mendelgasikan pekerjaan, bekerja sama, hingga mendidik bakat-bakat baru.
B. Humanisme dan Renaissance Sebagai Awal Kemunculan Filsafat Modern
Humanisme dan renaissance adalah dua gerakan yang tidak bisa dipisahkan,
dan mempunyai keterkaitan yang erat. Humanisme bertujuan untuk menggebrak
kebekuan gereja yang memasung kebebasan, kretifitas dan nalar manusia,
sedangkan renaissance adalah pendobrakan manusia untuk setia dan konstan dengan
jati dirinya, dengan kata lain manusia mulai memiliki kesadaran-kesadran baru
yang mengedepankan nilai dan keluhuran manusia.
Telah disinggung pada pembahasan sebelumnya bahwa situasi sebelum era
renaissance sedemikian buruknya sehingga para elit gereja yang mengumbar
kalim-klaim keagamaan justru tak segan-segan melakukan praktek-praktek tirani,
ketidakadilan, dan glamorisme serta menjadikan agama sebagai media untuk meraih
kekuasaan dan kedudukan duniawi. Bahkan orang-orang yang saat itu ingin
mendapatkan kekuasaan harus menjalin relasi dengan mereka, serta harus tunduk
kepada kebesaran dan keagungan kedudukan mereka. Para elit gereja seakan-akan
raja-raja untuk langit dan bumi. Pintu surga dianggap tertutup bagi rakyat yang
tidak tunduk kepada mereka, dan bahkan rakyat yang tidak tunduk juga diasingkan
dari jabatan-jabatan duniawi. Tak cukup dengan mengaku sebagai pengampun dosa,
para penguasa di gereja juga mengaku bahwa penjualan tanah surga ada di tangan
mereka.[24]
Dalam situasi sedemikian inilah Marttin Luther membahanakan teriakan protes
dan pernyataan bahwa kunci keselamatan hanyalah kehendak Tuhan, dan keselamatan
bisa dicapai tanpa adanya perantara institusi-institusi sedemikian rupa. Di
antara sekian banyak ritual suci gereja, Luther hanya menerima upacara
pembaptisan. Menurutnya, pengampunan bukanlah pekerjaan para penguasa gereja.
Tuhan ada di semua tempat dan menyaksikan segala keadaan. Karena itu hanya Tuhanlah yang mengetahui
hamba-hambanya yang salih, bukan para eli gereja. Luther menegaskan ikhtiar dan
kebebasan manusia.
Kemunculan renaissance banyak memberikan realitas di segala aspek,
perhatian yang sungguh-sungguh atas segala hal yang kongkrit dalam lingkup alam
semesta, manusia, kehidupan masyarakat dan sejarah. Pada masa ini manusia
berupaya memberikan porsi kepada akal secara mandiri. Akal diberi kepercayaan
yang lebih besar, karena ada keyakinan bahwa akal mampu menerangkan segala persoalan
yang diperlukan, termasuk pemecahannya. Hal ini dibuktikan dengan adanya perang
terbuka terhadap kepercayaan yang dogmatis dan terhadap orang-orang yang enggang
menggunakan akalnya. Asumsi yang digunakan adalah semakin besar kekuatan akal, akan
semakin cepat melahirkan dunia baru, pada saat itu manusia dapat merasa puas atas
dasar kepemimpinan akal yang sehat.[25] Revolusi besar dalam ilmu pengetahuan baru terjadi pada
jaman modern kurang lebih abad ke-17 namun renaissance dapat dianggap sebagai masa
persiapan
Renaissance bukanlah sebuah periode prestasi besar dalam filsafat, tetapi
telah melakukan sesuatu yang pasti sebagai permulaan penting bagi kebesaran
abad ke- 17. Pertama-tama, renaissance Italia meruntuhkan system skolastik yang
rijid sebagai baju pengekang intelektual. Renaissance telah membangkitkan kembali pemikiran
Plato., dan dengan cara demikian setidaknya menuntut pemikiran yang sangat
independen sebagaimana yang dipersyaratkan untuk memilih antara Plato dan Aristoteles.
Berkenaan dengan kedua filosof ini, renaissance telah mengembangkan ilmu
pengetahuan asli dari tangan pertama yang terbebas dari komentar-komentar para Neoplatonis
dan keterangan-keterangan dari pada pengulas dari Arab.[26]
Dampak dari renaissance dalam wilayah moral, mendatangkan malapetaka. Aturan-aturan
moral lama tidak lagi dihargai. Namun dampak renaissance di luar wilayah moral,
menunjukkan kelebihan-kelebihan yang luar biasa. Dalam arsitektur, lukisan dan gerabah,
renaissance masih tetap terkenal sampai sekarang. Renaissance menghasilkan
orang yang sangat besar seperti Leonardo, Michelangelo, dan Machiavelli.
Leonardo da Vinci, lahir di Vinci, propinsi Firenze (florenze) Italia, tanggal
15 April 1452. Meninggal di Perancis 2 Mei 1519. Beliau adalah seorang arsitek,
musisi, penulis, pematung dan pelukis. Ia juga dikenal mendisain banyak ciptaan
yang mengantisipasi teknologi modern, contoh ide- idenya tentang tank dan mobil
yang dituangkan lewat gambar dwiwarna. Selain itu, ia juga turut memajukan ilmu
anatomi, astronomi dan tehnik sipil bahkan juga kuliner.[27]
Michelangelo Buonarotti atau nama lengkapnya dalam bahasa Italia
Miechelangelo di Lodovico Buonarotti Simoni, dalam bahas Perancis disebut
Michel-Ange, yang kurang lebih berarti malaikat. Lahir pada tanggal 6 Maret
1475, dan meninggal tanggal 18 Februari 1564, seorang pelukis, pemahat,
pujangga, dan arsitek zaman renaissance. Sumbangannya yang terkenal adalah
studi anatomo di dalam seni rupa. Karyanya yang terbaik adalah patung David, Pieta,
dan Fresco di langit-langit Sistine’s Chapel.
Machiavelli (1467-1527), beliau adalah salah satu manusia besar dalam kanca
filsafat politik. Filsafatnya ini bersifat ilmiah dan empiris, yang didasarkan pada
pengalaman hidupnya sendiri, dan berbicara tentang cara untuk meraih tujuan tertentu,
terlepas apakah tujuan itu baik atau buruk.29Inilah antara lain karya Machiavelli
yang sangat berpengaruh dalam perkembangan ilmu pengetahuan pada masa modern.[28]
BAB III
PENUTUP
Humanisme berarti martabat (dignity)
dan nilai (value) dari setiap manusia, dan semua upaya untuk meningkatkan kemampuan-
kemampuan alamiahnya secara penuh.
Sementara, Renaissance merupakan
terjemahan dari bahasa
Italia, rinascimento berarti kelahiran kembali, kemudian berarti
masa peralihan antara abad pertengahan ke
abad modern yang
ditandai dengan lahirnya berbagai kreasi baru
yang dilhami oleh kebudayaan
Eropa klasik (Yunani dan
Rumawi) yang lebih bersifat dunia. Dengan pendekatan Historis dan
metode content analysis,
tulisan ini menyimpulkan bahwa kemunculan humanisme
adalah untuk mengembalikan semangat
dan kebebasan manusia
dalam berkreasi seperti
yang pernah terjadi pada masa Yunani
dan Rumawi kuno, sementara, Renaissance dilihat dari wilayah moral, mendatangkan malapetaka, karena aturan-aturan
moral lama tidak lagi dihargai.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari uraian di atas adalah sebagai berikut:
1.
Humanisme adalah martabat dan nilai dari setiap manusia, dan
semua upaya untuk menimgkatkan kemampuan-kemampuan alamiahnya secara penuh.
2.
Gerakan humanisme adalah gerakan yang merupakan manifestasi
dari perlawanan dan protes para cendekiawan Italia terhadap pemerintahan
dictatorial para elit gereja, yang memasung kebebasan, kreatifitas dan nalar
manusia.
3.
Kemunculan humanisme adalah untuk mengembalikan semangat dan
kebebasan manusia dalam berkreasi seperti yang pernah terjadi pada masa Yunani dan
Rumawi kuno
4.
Renaissance adalah lahirnya kembali orang Eropa untuk
mempelajari ilmu pengetahuan Yunani dan Rumawi kuno yang ilmiah. Sebelum renaissance
bangsa Eropa mengalami jaman kegelapan. Dalam jaman ini, gereja berkuasa mutlak,
ajaran gereja menjadi sesuatu yang tidak boleh dibantah. Dalam perkembangannya
mulai muncul gerakan yang mencoba melepaskan dari ikatan tersebut, yang disebut
gerakan renaissance. Dalam jaman itu pula, pemikiran-pemikiran ilmiah tenggelam
oleh dogma-dogma gereja.
5.
Gerakan renaissance adalah merupakan masa peralihan dari
filsafat skolastik abad pertengahan dengan filsafat modern.Yang
melatarbelakangi lahirnya renaissance adalah adanya penindasan gereja, juga adanya
perang salib, yang memberi peluang kepada ilmuan, seniman, kaum humanis untuk
mendobrak tradisi lama dan mengembalikan kejayaan eropa pada jaman Rumawidan
Yunani kuno.
6.
Dampak dari renaissance dilihat dari wilayah moral, mendatangkan
malapetaka, karena aturan-aturan moral lama tidak lagi dihargai. jika dilihat
di luar wilayah moral, menunjukkan kelebihan yang luar biasa yakni perkembangan
ilmu pengetahuan
DAFTAR PUSTAKA
Durant, Will, The Story of
Philosophy, edisi Persia, Terjemahan, Safdar Taqy Zadeh dan Abu Thalib Shahrimi, Jilid
V, t.tp: t.th
Hamersna, Harry, Tokoh-tokohFilsafat
Barat Modern, Vet IV; Jakarta:
Gramedia, 1990
Pujawijatna, Pembimbing ke
arah Filsafat, Cet. V; Jakarta:PT Pembangunan, 1980
Russell Bertand, History of
Western Phylosophy and its Connection with Political and Social
Circumstances from the
Earliest Times to
the Precent Day, diterjemahkan oleh Sigit Jatmiko,
Agung Prihartono, Imam Muttaqim, Imam Baihaqi, Muhammad Shodiq, dengan judul, Sejarah
Filsafat Barat, dan kaitannya dengan kondisi sosiopolitik dari zaman kuno hiNgga sekarang, Cet.III; Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2007
Suseno, Franzs Magnis,
Islam dan Humanisme, Cet.I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007
Tafsir, Ahmad, Filsafat
Umum, Cet.I; Bandung: Remaja Rosda Karya, 2009
SumberElektronik: http://curusetra,wordpress.com/tag/spiritualism/humanism
http://curusetra.wordrpress.com/tag/spirituaLISME
http://id.wilkipedia.org/wiki/abad-renaissance
http://vmanzberbagi.blogspot.com/2010/renaissance/html
http://www.al-shia-org/htm/id/service/maqalat/018/htm
[1] Ahmad Tafsir, FilsafatUmum, (Cet.I; Bandung : RemajaRosdaKarya, 2009), hlm 1
[2] Bertand Russell, Sejarah Filsafat Barat, dan kaitannya dengan kondisi sosio-politik dari zaman kuno higga sekarang, (Cet.III; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm 55
[3] Ibid, h. 2
[4] Bertand Russell, op.cit, h. 124-128
[5] Ibid, h. 506-5o7. Lihatjuga Ahmad Tafsir, op.cit, h. 3
[6] http://www.al-shia-org/htm/id/service/maqalat/018/htm, dikutip pada tanggal 8 Mei 2015@Pukul 03.53PM
[7] http://curusetra.wordrpress.com/tag/spirituaLISME, dikutip pada tanggal 8 Mei 2015@Pukul 05.13PM
[8] FranzsMagniSuseno, Islam danHumanisme, (Cet.I; Yogyakarta: PustakaPelajar, 2007), h.209-210
[9] Ibid
[10] http://id.wilkipedia.org/wiki/abad-renaissance, dikutip pada tanggal 8 Mei 2015@Pukul 10.15PM
[11] Will Durant, The Story of Philosophy, edisi Persia, Terjemahan Safdar Taqy Zadehdan Abu Thalib Shahrimi, Jilid V, (t.tp:t.p, t.th), h.88
[12] Russell, op.cit, h. 675-676
[13] Ibid
[14] http://curusetra,wordpress.com/tag/spiritualism/humanism, dikutip pada tanggal 6 Mei 2015@Pukul 03.15PM
[15] Will Durant,op.cit, h. 15
[16] Ibid, h.`23-24
[17] http://www-al-shia.org/htm/id/scrvice/maqalat/018/htm, dikutip pada tanggal 9 Mei 2015@Pukul 01.35PM
[18] Ibid.LihatjugaRussel, op.cit , h.660-661
[19] Harry Hamersna, Tokoh-tokohFilsafat Barat Modern, (Vet IV; Jakarta: Gramedia, 1990), h 3
[20] Ibid
[21] Lihat Russell, op.cit, h.651-653
[22] Ibid, h. 654-655
[23] Ibid, h 657-658
[24] http://www-al-shia-org/htem/id/scrvice/maqalat/018/htm, dikutip pada tanggal 8 Mei 2015@Pukul 09.55PM
[25] Pujawijatna, Pembimbing ke arah Filsafat (Cet.V; Jakarta: PT Pembangunan, 1980), Hlm 91
[26] Russel, op.cit, h. 657-658
[27] http://vmanzberbagi.blogspot.com/2010/renaissance/html, dikutip pada tanggal 10 Mei 2015@Pukul 01.15AM
[28] Russell, op.cit, h. 662-663
Penutup Artikel
Sebagai penutup perjalanan melalui Humanisme dan Renaissance, kita menyaksikan bagaimana dua gerakan ini telah meresapi kebudayaan dan pemikiran manusia, membawa perubahan yang mendalam dalam sejarah umat manusia. Kedua gerakan ini bukan hanya sebagai nostalgia masa lalu, tetapi juga sebagai inspirasi bagi kita untuk terus menggali potensi dan kebebasan berpikir dalam menghadapi tantangan zaman. Semoga makalah ini dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang pengaruh keduanya dalam membentuk jalan panjang perjalanan peradaban manusia menuju dunia yang lebih beradab dan berdikari.