Pembukaan
Hadis, sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah Al-Qur'an, memiliki peran yang mendalam dalam membimbing umat Islam. Namun, tidak hanya sebagai petunjuk ibadah, hadis juga memberikan panduan dalam hal pendidikan. Dalam makalah singkat ini, kita akan menjelajahi bagaimana hadis tidak hanya menjadi sumber hukum, tetapi juga metode pendidikan yang penuh hikmah. Dengan merinci petunjuk-petunjuk pendidikan yang terkandung dalam hadis, kita dapat memahami dan mengaplikasikan nilai-nilai pendidikan Islam dalam kehidupan sehari-hari.
HADIS; METODE PENDIDIKAN
A. PENDAHULUAN
Keberhasilan
menanamkan nilai-nilai rohaniah (keimanan dan ketakwaan pada Allah swt.) dalam
diri peserta didik, terkait dengan satu faktor dari sistem pendidikan, yaitu
metode pendidikan yang dipergunakan pendidik dalam menyampaikan pesan-pesan
ilahiyah, sebab dengan metode yang tepat, materi pelajaran akan dengan mudah
dikuasai peserta didik. Dalam pendidikan Islam, perlu dipergunakan metode
pendidikan yang dapat melakukan pendekatan menyeluruh terhadap manusia, meliputi
dimensi jasmani dan rohani (lahiriah dan batiniah), walaupun tidak ada satu
jenis metode pendidikan yang paling sesuai mencapai tujuan dengan semua
keadaan.
Sebaik
apapun tujuan pendidikan, jika tidak didukung oleh metode yang tepat, tujuan
tersebut sangat sulit untuk dapat tercapai dengan baik. Sebuah metode akan mempengaruhi sampai tidaknya
suatu informasi secara lengkap atau tidak. Bahkan sering disebutkan cara atau
metode kadang lebih penting daripada materi itu sendiri. Oleh sebab itu
pemilihan metode pendidikan harus dilakukan secara cermat, disesuaikan dengan
berbagai faktor terkait, sehingga hasil pendidikan dapat memuaskan. (Anwar,
2003: 42)
Rasul saw. sejak awal sudah mencontohkan dalam
mengimplementasikan metode pendidikan yang tepat terhadap para sahabatnya. Strategi pembelajaran yang beliau
lakukan sangat akurat dalam menyampaikan ajaran Islam. Rasul saw. sangat
memperhatikan situasi, kondisi dan karakter seseorang, sehingga nilai-nilai
Islami dapat ditransfer dengan baik. Rasulullah saw. juga sangat memahami
naluri dan kondisi setiap orang, sehingga beliau mampu menjadikan mereka suka
cita, baik meterial maupun spiritual, beliau senantiasa mengajak orang untuk
mendekati Allah swt. dan syari’at-Nya.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Metode Pendidikan.
Satu dari
berbagai komponen penting untuk mencapai tujuan pendidikan adalah ketepatan
menentukan metode. Sebab dengan metode yang tepat, materi pendidikan dapat
diterima dengan baik. Metode diibaratkan sebagai alat yang dapat digunakan
dalam suatu proses pencapaian tujuan. Tanpa metode, suatu materi pelajaran
tidak akan dapat berproses secara efektif dan efisien dalam kegiatan
pembelajaran menuju tujuan pendidikan.
Secara
etimologi kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu meta yang berarti ”yang
dilalui” dan hodos yang berarti ”jalan”, yakni jalan yang harus dilalui. Jadi
secara harfiah metode adalah cara yang tepat untuk melakukan sesuatu. Sedangkan
dalam bahasa Inggeris, disebut dengan method yang mengandung makna metode dalam
bahasa Indonesia Dalam bahasa Arab, metode disebut dengan tharīqah yang berarti
jalan atau cara. Demikian pula menurut Yunus, tharīqah adalah perjalanan hidup,
hal, mazhab dan metode. Secara terminologi, para ahli memberikan definisi yang
beragam tentang metode, di antaranya pengertian yang dikemukakan Surakhmad,
bahwa metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai
tujuan. Menurut Yusuf, metodologi adalah ilmu yang mengkaji atau membahas
tentang bermacam-macam metode mengajar, keunggulannya, kelemahannya, kesesuaian
dengan bahan pelajaran dan bagaimana penggunaannya. Poerwakatja, mengemukakan;
metode pembelajaran berarti jalan ke arah suatu tujuan yang mengatur secara
praktis bahan pelajaran, cara mengajarkannya dan cara mengelolanya.
Berdasarkan
definisi yang dikemukakan para ahli mengenai pengertian metode pendidikan,
beberapa hal yang mesti ada dalam metode yaitu:
a.
Melaksanakan aktivitas pembelajaran dengan penuh kesadaran dan tanggung
jawab;
b.
Aktivitas tersebut memiliki cara yang baik dan tujuan tertentu;
c.
Tujuan harus dicapai secara efektif.
Ada istilah
lain dalam pendidikan yang mengandung makna berdekatan dengan metode, yaitu
pendekatan dan teknik/strategi, sebagai berikut:
a. Pendekatan (al-madkhal/approach).
Pendekatan
yaitu sekumpulan pemahaman mengenai bahan pelajaran yang mengandung
prinsip-prinsip filosofis. Jadi pendekatan merupakan kebenaran umum yang
bersifat mutlak. Misalkan asumsi yang berhubungan dengan pembelajaran bahasa,
bahwa aspek menyimak dan percakapan harus diajarkan terlebih dahulu sebelum aspek
membaca dan menulis atau sebaliknya, sehingga dari asumsi tersebut pendidik
dapat menentukan metode yang tepat.
b.
Teknik/strategi.
Teknik
penyajian bahan pelajaran adalah penyajian yang dikuasai pendidik dalam
mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada peserta didik di dalam kelas,
agar bahan pelajaran dapat dipahami dan digunakan dengan baik. Teknik adalah
pelaksanaan pengajaran di dalam kelas, yaitu penggunaan metode yang didasarkan
atas pendekatan terhadap materi pelajaran. Jadi teknik harus sejalan dengan
metode dan pendekatan. Misalkan dalam mengatasi masalah peserta didik yang
tidak dapat menyebutkan bunyi suatu huruf dengan tepat, pendidik memintakan
peserta didik untuk menirukan ucapannya.
c. Metode
Metode adalah
rencana menyeluruh yang berkenaan dengan penyajian bahan/materi pelajaran
secara sistematis dan metodologis serta didasarkan atas suatu pendekatan,
sehingga perbedaan pendekatan mengakibatkan perbedaan penggunaan metode. Jika
metode tersebut dikaitkan dengan pendidikan Islam, dapat membawa arti metode
sebagai jalan pembinaan pengetahuan, sikap dan tingkah laku sehingga terlihat
dalam pribadi subjek dan obyek pendidikan, yaitu pribadi Islami. Selain itu,
metode dapat membawa arti sebagai cara untuk memahami, menggali dan
mengembangkan ajaran Islam, sehingga terus berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman.(Nata, 2001: 91).
Metode,
merupakan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Alat ini
mempunyai dua fungsi ganda, yaitu polipragmatis dan monopragmatis.
Polipragmatis, bilamana metode mengandung kegunaan yang serba ganda, misalnya
suatu metode tertentu pada suatu situasi kondisi tertentu dapat digunakan
membangun dan memperbaiki. Kegunaannya dapat tergantung pada si pemakai atau
pada corak, bentuk dan kemampuan dari metode sebagai alat. Sebaliknya
monopragmatis, bilamana metode mengandung satu macam kegunaan untuk satu macam
tujuan. Penggunaannya mengandung implikasi bersifat konsisten, sistematis dan
kebermaknaan menurut kondisi sasarannya. Mengingat sasaran metode adalah
manusia, maka pendidik dituntut untuk berhati-hati dalam penerapannya.
Metode
pendidikan yang tidak tepat guna akan menjadi penghalang kelancaran jalannya
proses pembelajaran, sehingga banyak tenaga dan waktu terbuang sia-sia. Oleh
karena itu, metode yang diterapkan oleh seorang guru baru berdaya guna dan
berhasil guna, jika mampu dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang
ditetapkan. Dalam pendidikan Islam, metode yang tepat guna adalah metode yang
mengandung nilai nilai instrinsik dan ekstrinsik, sejalan dengan materi
pelajaran dan secara fungsional dapat dipakai untuk merealisasikan nilai-nilai
ideal yang terkandung dalam tujuan pendidikan Islam. Nahlawi , mengatakan
metode pendidikan Islam adalah metode dialog, metode kisah Qur’ani dan Nabawi,
metode perumpamaan Qur’ani dan Nabawi, metode keteladanan, metode aplikasi dan
pengamalan, metode ibrah dan nasihat serta metode tarģîb dan tarhîb.
Berdasarkan
rumusan-rumusan di atas, dapat dipahami bahwa metode pendidikan Islam adalah
berbagai cara yang digunakan oleh pendidik muslim, sebagai jalan pembinaan
pengetahuan, sikap dan tingkah laku, sehingga nilai-nilai Islami dapat terlihat
dalam pribadi peserta didik (subjek dan obyek pendidikan).
2. Hadis-hadis Tentang Metode Pendidikan dalam Lingkup Makro
a. Metode Keteladanan.
حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ عَامِرِ بْنِ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَمْرِو بْنِ سُلَيْمٍ الزُّرَقِيِّ عَنْ أَبِي
قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي وَهُوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ بِنْتَ زَيْنَبَ بِنْتِ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلِأَبِي الْعَاصِ بْنِ
رَبِيعَةَ بْنِ عَبْدِ شَمْسٍ فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا وَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا.
Artinya: “Hadis dari Abdullah ibn Yusuf,
katanya Malik memberitakan pada kami dari Amir ibn Abdullah ibn Zabair dari
‘Amar ibn Sulmi az-Zarâqi dari Abi Qatadah al-Anshâri, bahwa Rasulullah saw.
salat sambil membawa Umâmah binti Zainab binti Rasulullah saw. dari
(pernikahannya) dengan Abu al-Ash ibn Rabi’ah ibn Abdu Syams. Bila sujud, beliau menaruhnya dan bila
berdiri beliau menggendongnya.” (al-Bukhari,
1987, I: 193)
Menurut
al-Asqalâni, ketika itu orang-orang Arab sangat membenci anak perempuan.
Rasulullah saw. memberitahukan pada mereka tentang kemuliaan kedudukan anak
perempuan. Rasulullah saw. memberitahukannya dengan tindakan, yaitu dengan
menggendong Umamah (cucu Rasulullah saw.) di pundaknya ketika salat. Makna yang
dapat dipahami bahwa perilaku tersebut dilakukan Rasulullah saw. untuk
menentang kebiasaan orang Arab yang membenci anak perempuan. Rasulullah saw.
menyelisihi kebiasaan mereka, bahkan dalam salat sekalipun. (Al-Asqalani,
1379H: 591-592). Hamd, mengatakan bahwa pendidik itu besar di mata anak
didiknya, apa yang dilihat dari gurunya akan ditirunya, karena anak didik akan
meniru dan meneladani apa yang dilihat dari gurunya, maka wajiblah guru
memberikan teladan yang baik. (al-Hamd, 2002: 27).
Memperhatikan
kutipan di atas dapat dipahami bahwa keteladanan mempunyai arti penting dalam
mendidik, keteladanan menjadi titik sentral dalam mendidik, kalau pendidiknya
baik, ada kemungkinan anak didiknya juga baik, karena murid meniru gurunya.
Sebaliknya jika guru berperangai buruk, ada kemungkinan anak didiknya juga
berperangai buruk.
Rasulullah saw.
merepresentasikan dan mengekspresikan apa yang ingin diajarkan melalui
tindakannya dan kemudian menerjemahkan tindakannya ke dalam kata-kata.
Bagaimana memuja Allah swt., bagaimana bersikap sederhana, bagaimana duduk
dalam salat dan do’a, bagaimana makan, bagaimana tertawa, dan lain sebagainya,
menjadi acuan bagi para sahabat, sekaligus merupakan materi pendidikan yang
tidak langsung.
Mendidik dengan
contoh (keteladanan) adalah satu metode pembelajaran yang dianggap besar
pengaruhnya. Segala yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. dalam kehidupannya,
merupakan cerminan kandungan Alquran secara utuh, sebagaimana firman Allah swt.
berikut:
لقد كان لكم
في رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجو الله واليوم الآخر وذكر الله كثيرا.
Artinya:” Sesungguhnya telah ada
pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.” (QS.
33: 21).
Al-Baidhawi
(Juz 5: 9), memberi makna uswatun hasanah pada ayat di atas adalah perbuatan
baik yang dapat dicontoh. Dengan
demikian, keteladanan menjadi penting dalam pendidikan, keteladanan akan
menjadi metode yang ampuh dalam membina perkembangan anak didik. Keteladanan
sempurna, adalah keteladanan Rasulullah saw., yang dapat menjadi acuan bagi
pendidik sebagai teladan utama, sehingga diharapkan anak didik mempunyai figur
pendidik yang dapat dijadikan panutan.
Dengan
demikian, keteladanan menjadi penting dalam pendidikan, keteladanan akan
menjadi metode yang ampuh dalam membina perkembangan anak didik. Keteladanan
sempurna, adalah keteladanan Rasulullah saw., yang dapat menjadi acuan bagi
pendidik sebagai teladan utama, sehingga diharapkan anak didik mempunyai figur
pendidik yang dapat dijadikan panutan.
b. Metode lemah lembut/kasih sayang.
حَدَّثَنَا
أَبُو جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ
وَتَقَارَبَا فِي لَفْظِ الْحَدِيثِ قَالَ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ
إِبْرَاهِيمَ عَنْ حَجَّاجٍ الصَّوَّافِ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ
هِلَالِ بْنِ أَبِي مَيْمُونَةَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ
الْحَكَمِ السُّلَمِيِّ قَالَ بَيْنَا أَنَا أُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ عَطَسَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ فَقُلْتُ
يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَرَمَانِي الْقَوْمُ بِأَبْصَارِهِمْ فَقُلْتُ وَا ثُكْلَ
أُمِّيَاهْ مَا شَأْنُكُمْ تَنْظُرُونَ إِلَيَّ فَجَعَلُوا يَضْرِبُونَ
بِأَيْدِيهِمْ عَلَى أَفْخَاذِهِمْ فَلَمَّا رَأَيْتُهُمْ يُصَمِّتُونَنِي
لَكِنِّي سَكَتُّ فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَبِأَبِي هُوَ وَأُمِّي مَا رَأَيْتُ مُعَلِّمًا قَبْلَهُ وَلَا
بَعْدَهُ أَحْسَنَ تَعْلِيمًا مِنْهُ فَوَاللَّهِ مَا كَهَرَنِي وَلَا ضَرَبَنِي
وَلَا شَتَمَنِي قَالَ إِنَّ هَذِهِ الصَّلَاةَ لَا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ
كَلَامِ النَّاسِ إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ
الْقُرْآنِ….
Artinya:” Hadis dari Abu Ja’far Muhammad
ibn Shabah dan Abu Bakr ibn Abi Syaibah, hadis Ismail ibn Ibrahim dari Hajjâj
as-Shawwâf dari Yahya ibn Abi Kaşir dari Hilâl ibn Abi Maimũnah dari
‘Atha’ ibn Yasâr dari Mu’awiyah ibn Hakam as-Silmiy, Katanya: Ketika saya salat
bersama Rasulullah saw., seorang dari jama’ah bersin maka aku katakan
yarhamukallâh. Orang-orang
mencela saya dengan pandangan mereka, saya berkata: Celaka, kenapa kalian
memandangiku? Mereka memukul paha dengan tangan mereka, ketika saya memandang
mereka, mereka menyuruh saya diam dan saya diam. Setelah Rasul saw. selesai
salat (aku bersumpah) demi Ayah dan Ibuku (sebagai tebusannya), saya tidak
pernah melihat guru sebelumnya dan sesudahnya yang lebih baik pengajarannya
daripada beliau. Demi Allah beliau tidak membentak, memukul dan mencela saya.
Rasulullah saw. (hanya) bersabda: Sesungguhnya salat ini tidak boleh di
dalamnya sesuatu dari pembicaraan manusia. Ia hanya tasbîh, takbîr dan membaca
Alquran.” (Muslim, t.t, I: 381).
An-Nawâwi,
dalam syarahnya mengatakan hadis ini menunjukkan keagungan perangai Rasulullah
saw., dengan memiliki sikap lemah lembut dan mengasihi orang yang bodoh (belum
mengetahui tata cara salat). Ini juga perintah agar pendidik berperilaku
sebagaimana Rasulullah saw. dalam mendidik.(an-Nawawi, 1401H, V: 20-21).
Pentingnya
metode lemah lembut dalam pendidikan, karena materi pelajaran yang disampaikan
pendidik dapat membentuk kepribadian peserta didik. Dengan sikap lemah lembut
yang ditampilkan pendidik, peserta didik akan terdorong untuk akrab dengan
pendidik dalam upaya pembentukan kepribadian.
c. Metode deduktif.
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ بُنْدَارٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ
اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ حَفْصِ بْنِ
عَاصِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ
الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ
مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا
عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ
وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا
تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا
فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ.
Artinya: Hadis
Muhammad ibn Basysyar ibn Dar, katanya hadis Yahya dari Abdullah katanya hadis dari Khubâib ibn
Abdurrahman dari Hafs ibn ‘Aśim dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah
saw.bersabda: Tujuh orang yang akan dinaungi oleh Allah di naungan-Nya yang
tidak ada naungan kecuali naungan Allah; pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh
dalam keadaan taat kepada Allah; seorang yang hatinya terikat dengan mesjid,
dua orang yang saling mencintai karena Allah (mereka bertemu dan berpisah
karena Allah), seorang yang diajak oleh wanita terpandang dan cantik namun ia
berkata ’saya takut kepada Allah’, seorang yang menyembunyikan sadekahnya
sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya
dan orang yang mengingat Allah dalam kesendirian hingga air matanya mengalir.
(al-Bukhari, t.t, I: 234).
Menurut Abi Jamrah,
metode deduktif (memberitahukan secara global) suatu materi pelajaran, akan
memunculkan keingintahuan pelajar tentang isi materi pelajaran, sehingga lebih
mengena di hati dan memberi manfaat yang lebih besar. (an-Andalusi, 1979, I: 97).
d. Metode perumpamaan
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَاللَّفْظُ لَهُ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ
يَعْنِي الثَّقَفِيَّ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ الْمُنَافِقِ
كَمَثَلِ الشَّاةِ الْعَائِرَةِ بَيْنَ الْغَنَمَيْنِ تَعِيرُ إِلَى هَذِهِ
مَرَّةً وَإِلَى هَذِهِ مَرَّةً
.
Artinya; Hadis
dari Muhammad ibn Mutsanna dan lafaz darinya, hadis dari Abdul Wahhâb yakni as-
Śaqafi, hadis Abdullah dari Nâfi’ dari ibn Umar, Nabi saw. bersabda: Perumpamaan
orang munafik dalam keraguan mereka adalah seperti kambing yang kebingungan di
tengah kambing-kambing yang lain. Ia bolak balik ke sana ke sini. (Muslim, IV: 2146)
Menurut ath-Thîby (1417H, XI: 2634), orang-orang munafik,
karena mengikut hawa nafsu untuk memenuhi syahwatnya, diumpamakan seperti
kambing jantan yang berada di antara dua kambing betina. Tidak tetap pada satu betina, tetapi berbolak
balik pada ke duanya. Hal tersebut diumpamakan seperti orang munafik yang tidak
konsisten dengan satu komitmen.
Perumpamaan
dilakukan oleh Rasul saw. sebagai satu metode pembelajaran untuk memberikan
pemahaman kepada sahabat, sehingga materi pelajaran dapat dicerna dengan baik.
Matode ini dilakukan dengan cara menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain,
mendekatkan sesuatu yang abstrak dengan yang lebih konkrit. Perumpamaan yang
digunakan oleh Rasulullah saw. sebagai satu metode pembelajaran selalu syarat
dengan makna, sehinga benar-benar dapat membawa sesuatu yang abstrak kepada
yang konkrit atau menjadikan sesuatu yang masih samar dalam makna menjadi
sesuatu yang sangat jelas.
e. Metode kiasan.
حَدَّثَنَا
يَحْيَى قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ مَنْصُورِ بْنِ صَفِيَّةَ عَنْ
أُمِّهِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ امْرَأَةً سَأَلَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَنْ غُسْلِهَا مِنْ الْمَحِيضِ فَأَمَرَهَا كَيْفَ تَغْتَسِلُ قَالَ
خُذِي فِرْصَةً مِنْ مَسْكٍ فَتَطَهَّرِي بِهَا قَالَتْ كَيْفَ أَتَطَهَّرُ قَالَ
تَطَهَّرِي بِهَا قَالَتْ كَيْفَ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ تَطَهَّرِي
فَاجْتَبَذْتُهَا إِلَيَّ فَقُلْتُ تَتَبَّعِي بِهَا أَثَرَ الدَّمِ….
Artinya: Hadis
Yahya, katanya hadis ‘Uyainah dari Mansyur ibn Shafiyyah dari Ibunya dari
Aisyah, seorang wanita bertanya pada Nabi saw. tentang bersuci dari haid.
Aisyah menyebutkan bahwa Rasul saw. mengajarkannya bagaimana cara mandi.
Kemudian kamu mengambil secarik kain dan memberinya minyak wangi dan bersuci
dengannya. Ia bertanya,
bagaimana aku bersuci dengannya? Sabda Rasul saw. Kamu bersuci dengannya. Subhânallah, beliau menutup
wajahnya. Aisyah mengatakan telusurilah bekas darah (haid) dengan kain itu.
(al-Bukhari, I: 119)
Ibn
Hajar, memberi komentar terhadap hadis ini dengan mengatakan ini adalah dalil
tentang disunnahkannya menggunkan kiasan/sindiran pada hal-hal yang berkenaan
dengan aurat dan bimbingan untuk masalah-masalah yang dianggap aib.
(al-Asqalani, I: 415-416). Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, mengatakan cara
mempergunakan kiasan dalam pembelajaran, yaitu:
1)
Rayuan dalam nasehat, seperti memuji kebaikan anak didik, dengan tujuan
agar lebih meningkatkan kualitas akhlaknya, dengan mengabaikan membicarakan
keburukannya.
2)
Menyebutkan tokoh-tokoh agung umat Islam masa lalu, sehingga membangkitkan
semangat mereka untuk mengikuti jejak mereka.
3)
Membangkitkan semangat dan kehormatan anak didik.
4)
Sengaja menyampaikan nasehat di tengah anak didik.
5)
Menyampaikan nasehat secara tidak langsung/ melalui kiasan.
6)
Memuji di hadapan orang yang berbuat kesalahan, orang yang mengatakan
sesuatu yang berbeda dengan perbuatannya. Merupakan cara mendorong seseorang
untuk berbuat kebajikan dan meninggalkan keburukan.
f. Metode memberi kemudahan.
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ قَالَ حَدَّثَنَا
شُعْبَةُ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو التَّيَّاحِ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَسِّرُوا وَلا تُعَسِّرُوا
وَبَشِّرُوا وَلا تُنَفِّرُوا وكان يحب التخفيف والتسري على الناس.
Artinya: Hadis
Muhammad ibn Basysyar katanya hadis Yahya ibn Sâ’id katanya hadis Syu’bah
katanya hadis Abu Tayyâh dari Anas ibn Malik dari Nabi saw. Rasulullah saw. bersabda: Mudahkanlah dan jangan mempersulit.
Rasulullah saw. suka memberikan keringanan kepada manusia.(al-Bukhari, I: 38)
Ibnu Hajar
al-Asqalâni mengomentari hadis tersebut dengan mengatakan pentingnya memberikan
kemudahan bagi pelajar yang memiliki kesungguhan dalam belajar, (al-Asqalani,
I: 62) dalam arti mengajarkan ilmu pengetahuan harus mempertimbangkan kemampuan
si pelajar.
Sebagai
pendidik, Rasulullah saw. tidak pernah mempersulit, dengan harapan para sahabat
memiliki motivasi yang kuat untuk tetap meningkatkan aktivitas belajar .
g. Metode perbandingan.
حَدَّثَنَا
أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ ح و
حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي وَمُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ ح و
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا مُوسَى بْنُ أَعْيَنَ ح و حَدَّثَنِي
مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ كُلُّهُمْ عَنْ إِسْمَعِيلَ
بْنِ أَبِي خَالِدٍ ح و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ وَاللَّفْظُ لَهُ
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ حَدَّثَنَا قَيْسٌ قَالَ
سَمِعْتُ مُسْتَوْرِدًا أَخَا بَنِي فِهْرٍ يَقُولُا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاللَّهِ مَا الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا
مِثْلُ مَا يَجْعَلُ أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ هَذِهِ وَأَشَارَ يَحْيَى
بِالسَّبَّابَةِ فِي الْيَمِّ فَلْيَنْظُرْ بِمَ تَرْجِعُ وَفِي حَدِيثِهِمْ
جَمِيعًا غَيْرَ يَحْيَى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ ذَلِكَ وَفِي حَدِيثِ أَبِي أُسَامَةَ عَنْ الْمُسْتَوْرِدِ
بْنِ شَدَّادٍ أَخِي بَنِي فِهْرٍ وَفِي حَدِيثِهِ أَيْضًا قَالَ وَأَشَارَ
إِسْمَعِيلُ بِالْإِبْهَامِ.
Artinya:
Hadis Abu Bakr ibn Abi Syaibah, hadis Abdullah ibn Idris, Hadis ibn Numair,
hadis Abi Muhammad ibn Bisyr, hadis Yahya ibn Yahya, khabar dari Musa ibn
A’yân, hadis Muhammad ibn Rafi’, hadis Abu Usamah dari Ismail ibn Abi Khalid,
hadis Muhammad ibn Hatim dan lafaz darinya, hadis Yahya ibn Sa’id, hadis
Ismâil, hadis Qâis katanya aku mendengar Mustaurid saudara dari bani Fihrin
katanya, Rasul saw. bersabda: Demi Allah tidaklah dunia dibandingkan dengan
akhirat kecuali seperti seorang yang menaruh jarinya ini, beliau menunjuk
kepada telunjuknya di laut, kemudian perhatikan apa yang tersisa di
telunjuknya. (Muslim, IV: 3193)
Imam an-Nawâwi memberi komentar pada hadis ini, dengan
ungkapan” akhirat dibandingkan
dengan dunia, dalam hal waktunya dunia itu singkat dan kenikmatannya yang
sirna, sedangkan akhirat serba abadi, sebagaimana perbandingan antara air yang
lengket pada jari dibanding dengan sisanya di lautan. (an-Nawawi, XVII:
192-193)
Makna hadis
di atas yaitu pentingnya metode perbandingan dalam pendidikan, sehingga potensi
jasmaniah dan rohaniah si pembelajar dapat memahami hal-hal yang memiliki
perbedaan antara suatu permasalahan dengan lainnya.
C. PENUTUP
Metode pendidikan adalah cara yang dipergunakan pendidik
dalam menyampaikan bahan pelajaran kepada peserta didik, sehingga dengan metode
yang tepat dan sesuai, bahan pelajaran dapat dikuasai dengan baik oleh peserta
didik. Beberapa metode pendidikan
yang dikemukakan dalam makalah ini (masih banyak yang belum), terdiri dari
metode keteladanan, metode lemah lembut/kasih sayang, metode deduktif, metode
perumpamaan, metode kiasan, metode memberi kemudahan, metode perbandingan,
metode tanya jawab, metode pengulangan, metode demonstrasi, metode eksperimen,
metode pemecahan masalah, metode diskusi, metode pujian/memberi kegembiraan,
metode pemberian hukuman dapat dilaksanakan pendidik dalam penanaman
nilai-nilai pada ranah afektif dan pengembangan pola pikir pada ranah kognitif
serta latihan berperilaku terpuji pada ranah psikomotorik.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Qomari, Pendidikan
Sebagai Karakter Budaya Bangsa, Jakarta: UHAMKA Press, 2003.
Arifin, M., Ilmu Pendidikan
Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
Asqalâni, Ahmad ibn Ali
ibn Hajar Abu al-Fâdhil, Fâthul Bâri Syarah Shahih al-Bukhâri.
Beirut: Dâr al-Ma’rifah, 1379 H.
Bukhâri, Abu Abdullah bin
Muhammad Ismâil, Al-Jâmi’ al-Shahĩh al-Mukhtasar, Juz 1, Beirut: Dâr
Ibnu Kaşir al-Yamâmah, 198.
Grendler, Bell E.
Margaret, Belajar dan Membelajarkan, terj. Munandir, Jakarta: Rajawali,
1991.
Munawwir, Warson Ahmad, Al-Munawwir
Kamus Arab Indonesia, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.
Nahlawi, Abdurrahman, Ushulut Tarbiyyah Islamiyyah Wa Asâlibiha fî
Baiti wal Madrasati wal Mujtama’ terj. Shihabuddin, Jakarta: Gema Insani Press:1996.
Naisabūri, Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi, Shahih
Muslim, Juz 1, Saudi
Arabia : Idâratul Buhūş Ilmiah wa Ifta’ wa
ad-Dakwah wa al-Irsyâd, 1400 H.
Nata, Abudin, Filsafat
Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001.
Nawâwi, Abu Zakaria Yahya
ibn Syaraf ibn Maria. Syarah an-Nawāwi ‘ala Shahih Muslim, Beirut: Dâr al-Fikri, 1401 H.
Poerwakatja, Soegarda, Ensiklopedia
Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung, 1982.
Sijistâni, Abu Dâud
Sulaiman ibn al-Asy’aş, Sunan Abu Dâud, Beirut: Dâr al-Kutub
al-’Ilmiyah, cet 1, 1401 H.
Surakhmad,Winarno, Pengantar
Interaksi Belajar Mengajar, Bandung: Tarsito, 1998.
Penutup Artikel
Sejauh perjalanan kita dalam merunut hadis sebagai metode pendidikan, kita menyadari bahwa ajaran Islam tidak hanya bersifat ritualistik, tetapi juga menyentuh setiap aspek kehidupan, termasuk pendidikan. Hadis memberikan panduan konkret dan praktis dalam mendidik, memberikan landasan etika, moral, dan pengetahuan bagi umat Islam. Semoga makalah singkat ini menjadi pijakan untuk lebih mendalami dan mengaplikasikan nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam hadis, sehingga pendidikan yang dijalani dapat memberikan manfaat tidak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat.